SOLO,MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) melalui Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) menggelar Kajian Tarjih Online UMS yang pada kali ini, Selasa (31/12/2024), membahas tema ‘Gugatan Cerai Istri atas Suami’ yang dilakukan secara daring di platform Zoom Meeting serta disiarkan secara langsung di Youtube TvMu dan Kanal 38 UHF Jogja & Solo.
Kajian Tarjih Online UMS dilaksanakan rutin setiap Selasa pukul 7.30 – 8.30 WIB yang disiarkan secara daring dengan membahas tema yang menarik, disampaikan oleh narasumber Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) UMS, Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag., yang juga sebagai Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah.
Tema kali ini, Ustadz Syamsul mengawali dengan menjawab sebuah pertanyaan “Bagaimana hukumnya seorang istri yang menggugat cerai dengan alasan tidak bisa mencintai suaminya, padahal pernikahannya sudah berjalan selama 7 tahun dan dikaruniai anak berumur 3 tahun?”.
Majelis Tarjih memberikan fatwa dengan beberapa dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Majelis Tarjih berpandangan bahwa pernikahan merupakan separuh dari agama. Hal tersebut didasarkan dari hadits Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi.
Ustadz Syamsul menjelaskan dalam riwayat tersebut, Rasulullah mengatakan jika seorang hamba (kaum muslimin) melakukan pernikahan secara syar’i dengan niat ibadah kepada Allah SWT dan memenuhi tuntunan syariat di dalam pernikahan, maka sungguh ia telah sempurna separuh agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah SWT untuk separuh lainnya.
“Artinya supaya kita menjaga separuh agama yang lainnya, misalnya dalam bermuamalah, ibadah, berakhlak, bergaul sesama manusia. Kalau kita bisa menjaga itu semua atas dasar taqwa kepada Allah SWT, jadilah kita sempurna dalam beragama secara utuh,” kata Syamsul Hidayat.
Dia kemudian berpesan kepada para dosen dan tenaga pendidik muda yang belum menikah untuk segera menikah dengan diniatkan ibadah kepada Allah SWT dan menunaikan sunnah Rasul kemudian dijalankan dengan tuntunan syariah, insyaAllah sudah mendapat separuh agamanya sehingga tinggal menjaga separuh yang lainnya.
Terkait dengan pertanyaan tadi, ustadz Syamsul menyampaikan hal tersebut perlu dikaji lebih dalam lagi tentang makna yang dimaksud. Apakah alasan tidak mencintai disebabkan oleh Nusyuz (meninggalkan kewajiban berumah tangga dan menyakiti pasangannya) atau mungkin tidak adanya dukungan dari suami. Hal tersebut bisa dikaji secara mendalam dengan berkonsultasi kepada orang yang memiliki pengalaman hidup dan pemahaman agama yang memadai serta memiliki ilmu kejiwaan yang memadai seperti Psikologi.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 233 yang membahas tentang kewajiban suami, Allah SWT berfirman yang artinya kewajiban seorang ayah atau suami menanggung makan atau rizki dan pakaian mereka dengan cara yang patut, dan seseorang tidak dibebani oleh Allah SWT kecuali sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya.
“Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa seorang suami berkewajiban menanggung kehidupan anak dan istri tidak sebatas materi saja, namun juga berupa perhatian, kasih sayang, kepedulian, motivasi, dan lain sebagainya,” jelas Syamsul.
Sehingga, lanjutnya, suami harus melaksanakan kewajibannya dan menunaikan hak-hak dari istrinya. Jika suami tidak melaksanakan tersebut bisa jadi akan terjadi ketimpangan dalam hubungan suami istri. Hal tersebut membuat istri merasa tidak ada keadilan dalam rumah tangganya sehingga ia memiliki hak untuk menggugat proses perceraian melalui jalur yang dibenarkan.
Dalam hukum Islam, perceraian merupakan hal yang diperbolehkan namun tidak disukai oleh Allah SWT seperti yang disebutkan dalam hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud di mana Rasulullah SAW mengatakan yang artinya “Barang halal yang dibenci oleh Allah SWT adalah talaq”.
“Cerai itu memang boleh sebagai alternatif terakhir kalau terjadi pertikaian antara suami istri yang sudah tidak bisa didamaikan lagi. Oleh sebab itu, sebelum mengambil jalan perceraian hendaklah dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mengadakan islah (perbaikan dan perdamaian) dengan menunjuk juru damai dari perwakilan masing-masing keluarga,” katanya. (*)