27.2 C
Jakarta

Guru Punya Peran Penting Untuk Penanaman Sikap Keberagamaan

Baca Juga:

SURAKARTA, MENARA62.COM — Guru Punya Peran Penting Untuk Penanaman Sikap Keberagamaan. Ini merupakan salah satu kesimpulan penelitian yang dilakukan Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSBPS) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), didukung oleh CONVEY-UNDP-PPIM UIN Jakarta.

Penelitian kualitatif berpendekatan grounded research tentang pemetaan muatan buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI), penting dilakukan. Penelitian ini dilakukan di lima kota-provinsi: Surakarta, Yogyakarta, Cirebon, DKI Jakarta, dan Manado.

Buku ajar PAI yang diteliti mencakup 4 mata pelajaran: Akidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dari kelas 10, 11 dan 12. Keempat bidang tersebut dijadikan fokus dalam penelitian ini berdasarkan dua alasan pokok. Pertama, mata pelajaran Akidah dan Sejarah Kebudayaan Islam diasumsikan berkaitan erat dengan penyemaian konflik ideologis karena dalam praktiknya sering dijadikan dasar teologis dan historisitas tradisi untuk mengekspresikan akhlak, mu’ammalah, dan interaksi sosial sesama umat Islam maupun antar-umat beragama yang majemuk. Kedua, bidang Al-Qur’an dan Hadits serta Fikih diasumsikan cenderung ditafsirkan secara normatif, dogmatik, dan literal-tekstual, sehingga berpotensi melahirkan perilaku yang kaku-eksklusif serta intoleran di tengah-tengah masyarakat akibat kurangnya kontekstualisasi dan pembumian seiring perubahan zaman dan peradaban.

Menurut Dr Sri lestari, peneliti Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSBPS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Dosen Sekolah Pasca Sarjana UMS, guru Pendidikan Agama Islam (PAI), menjadi agen dalam mengajarkan Islam moderat pada siswa.

“Melalui pembelajaran dan praktek di sekolah, guru meneladankan sikap-sikap saling menghargai dengan sesama. Mengajarkan sikap toleransi terhadap perbedaan dengan memberikan wawasan keagamaan yang lebih luas pada siswa,” ujarnya, Selasa (19/2/2019).

Sri Lestari menekankan, pentingnya mengacu rujukan otoritatif sebagai pijakan dalam berperilaku. Selain itu, guru juga menjalankan peran penting dalam mengajak siswa untuk mengedepankan adab dalam bertindak. Di sinilah guru menjadi pemandu bagi siswa yang sedang dalam proses mencari jati diri.

Sri lestari berpendapat, guru PAI Yogya menggunakan buku PAI Kemenag sebagai pegangan. Menyadari keterbatasan yang ada dalam buku tersebut, ia mendorong usaha-usaha kreatif guru. Mereka melakukan inovasi dalam pembelajaran dengan beragam cara. Untuk itu, internet harus dimanfaatkan sebagai salah satu sumber belajar.

“Banyak metode yang digunakan, diantaranya metode active learning, praktek pengadilan perceraian, praktek melakukan pemberian hibah/hadiah. Ada pula tugas proyek membuat video sosiodrama yang menampilkan akhlak terpuji, untuk ditayangkan di kelas,” ujarnya.

Dengan cara begitu, menurut Sri Lestari, pelajaran agama jadi menyenangkan bagi siswa. Guru harus menyadari, mereka diharapkan dapat berkontribusi dalam mengatasi krisis moral yang dihadapi bangsa kita.

Dra Yayah Khisbiyah MA Direktur PSBPS UMS, sekaligus Dosen Fakultas Psikologi UMS mengatakan, ksenjangan dan ambivalensi ditemukan pada sebagian guru untuk isu toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan budaya dan agama.

“Secara pengakuan verbal, hampir semua guru mengaku toleran dan inklusif, dengan kata lain, progresif. Namun dalam sikap dan perilaku konservatif. Contohnya, toleran dan menghargai umat Kristen, namun secara keras mengharamkan ucapan selamat Natal dan doa bersama lintas-iman antar sesama anak bangsa,” ujarnya.

Guru yang pandangan keagamannya intoleran, menurutnya, akan cenderung memberikan dampak langsung pada pertumbuhan pandangan eksklusif siswa, demikian pula sebaliknya dengan guru yang toleran akan memengaruhi pembentukan pandangan inklusif siswa.

Yayah Khisbiyah berpendapat, muatan Buku Ajar PAI untuk MA cukup komprehensif dan baik. Namun ia melihat, ada sebagian kecil muatan teks yang kurang akurat, kurang kebaharuan, dan belum banyak dikaitkan dengan konteks budaya Nusantara.

“Yang lebih banyak adalah contoh-contoh dari budaya Arab atau Arab-sentris (Arab-centered). Buku ajar PAI relatif moderat secara umum, walau ada sebagian kecil muatan konservatisme berupa benih potensi kekerasan, intoleransi “kami versus mereka”. Kandungan nilai-nilai Islam yang progresif sebenarnya cukup menonjol pada keempat mata pelajaran,” ujarnya.

Tapi, menurutnya, dimensi pedagogis yang dominan adalah kognitif, diikuti afektif. Dimensi implementasi perilaku belum cukup dikembangkan. Menurutnya, kebanyakan teks berhenti pada pengetahuan.

“Akibat adanya kesenjangan antara pengetahuan dengan sikap dan tindakan ini, maka tak heran jika perilaku siswa khususnya, dan Muslim umumnya belum sesuai dengan pemahaman ajaran otentik Islam,” ujarnya.

Ia merekomendasi kepada Pemerintah khususnya Kementrian Agama dan ormas maupun Lembaga pendidikan Islam, untuk merevisi dan memberbaiki kandungan buku ajar. Selain itu, juga perlu memperbanyak buku dan sumber-sumber digital untuk suplemen mata pelajaran PAI dengan muatan moderat-progresif, meningkatkan kapasitas guru dalam hal orientasi keislaman, wawasan kebangsaan dan kemanusiaan di Madrasah Aliyah sederajat.

Ditambahkan oleh Azaki Khoiruddin, M.Ag, Peneliti PSBPS UMS dan Dosen PAI UMS, pada dasarnya, muatan materi buku ajar PAI Madrasah Aliyah adalah moderat. Dengan kata lain, buku PAI Madrasah Aliyah buku ini cenderung berideologi Islam yang progresif-moderat.

“Kecil sekali yang cenderung bermuatan ideologi Islam yang konservatif. Hal ini berarti bahwa buku ini didesain untuk mengarahkan para siswa MA memiliki ideologi Islam yang progresif dan moderat dari pada Islam yang konservatif,” ujarnya.

Faktor utama moderatisme tersebut, menurutnya, keberpihakan pemerintah terutama Kemenang untuk mengokohkan islam moderat di Indonesia, juga semangat Kurikulum 2013 yang memiliki semangat pembelajaran kontekstual. Meskipun buku ajar PAI Madrasah berkarakter moderat, kalau kualitas literaturnya tidak ditingkatkan, pesan moderat, kontekstual, inklusif dan toleran tidak akan pernah sampai pada siswa.

“Meskipun secara umum kurikulum PAI bersifat moderat-kontekstual, tetapi tidak sepenuhnya koheren, melainkan ditemukan beberapa ambivalensi dan inkonsistensi,” ujarnya yang mengingatkan, dalam beberapa hal, terlihat fokus dan materinya tidak konsisten, karena gagal melakukan kontekstualisasi

 

Dengan latar tersebut, p

 

 

Suluh Keadaban, Buku Ajar dan Guru Pendidikan Agama Islam untuk tingkat madrasah aliyah di Indonesia.

 

 

19 Februari 2019, 13.00-15.15, Gdg Walidah lt. 7 UMS

 

Wacana mengenai intoleransi, eksklusivisme dan radikalisme yang terkandung dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) yang disosialisasikan oleh guru-guru agama, telah banyak dilaporkan hasil penelitian berbagai lembaga. Didapati, siswa memeroleh pengetahuan dan sikap keagamaan tidak hanya dari guru mata pelajaran agama.

Guru memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman dan persepsi keagamaan pada siswa.

 

Dra.

Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan bermanfaat bagi pemerintah dan organisasi Islam serta masyarakat sipil umumnya, dan Lembaga pendidikan khususnya, dalam menetapkan kebijakan yang efektif tentang kurikulum PAI dalam sistem pendidikan yang mendukung keadaban dalam 3 ranah. Pertama, ukhuwah Islamiyah atau persaudaran Islam dalam kerangka pemberdayaan dan pencerahan umat Muslim; kedua, ukhuwah wathoniyah atau persaudaraan kebangsaan yang meliputi persatuan dan kesatuan bangsa, dan ketiga, ukhuwah basyariyah atau persaudaraan kemanusiaan yang menjunjung transformasi positif tingkat global yang berkelanjutan. Pada ketiga ranah tersebut, diperlukan penyemaian dan pembudayaan nilai-nilai toleransi, empati sosial, inklusivisme, keterbukaan dialogis, multikulturalisme, keadaban publik, demokrasi, dan keadilan sosial.

 

TIM PENELITI:

Ketua Peneliti:

 

Dra. Yayah Khisbiyah, M.A.

Peneliti Inti :

 

Azaki Khoiruddin, M.Ag.

Dr. Abdullah Aly

 

Dr. Sri Lestari

Agus Triyono, M.Si.

 

  1. Subkhi Ridho, M.Si.

 

Asisten Peneliti:

 

Fauzan Anwar Sandiah, Yanuar Ihtiyarso, Arief Maulana, Sifa L.A., Ninin Karlina, Ragil Setia Budi, Sugiono, Paksi Hidayatullah, Hindun Niyatus Sa’adah.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!