YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr H Haedar Nashir MSi mendaskan proses liberalisasi telah meluruhkan nilai keindonesiaan yang berbasis pada agama, Pancasila, dan kebudayaan yang hidup di tubuh bangsa ini. Sedang orientasi hidup yang egoistik, hedonis, materialistis, transaksional, rakus, dan oportunistik telah mengoyak kebersamaan dan sendi-sendi kehidupan kebangsaan dan kemanusiaan.
Haedar mengemukakan hal itu pada Pidato Milad Muhammadiyah ke 105 di Pagelaran Kraton Yogyakarta, Jumat (17/11/2017). Milad dihadiri Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo; Kapolri Jendral Polisi Prof. Drs. H. M. Tito Karnavian M.A., PhD; Sri Sultan Hamengku Buwono X, sejumlah tamu undangan dan warga Muhammadiyah dari seluruh Indonesia.
Dalam Milad ini juga dianugerahkan award kepada tiga tokoh yang berjasa terhadap Muhammadiyah. Mereka adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X, Prof Mitsuo Nakamura, dan KH Achmad Roemani. Penghargaan diserahkan langsung oleh Haedar Nashir.
Lebih lanjut Haedar mengatakan rusaknya kebersamaan juga dapat terjadi karena kesenjangan ekonomi yang semakin ekstrim. “Jika satu persen orang Indonesia dibiarkan tetap menguasai 55 proses kekayaan nasional, maka selain merusak kebersamaan tetapi lebih jauh akan menjadi api dalam sekam yang dapat bermuara pada disintegrasi nasional yang masif,” tandas Haedar.
Menurut Haedar, Negata harus berani menegakkan keadilan sosial untuk mengatasi kesenjangan sosial ini. Negara tidak boleh membiarkan segelintir orang dengan tangan raksasa, kerakusan, kekuatan uang, dan pengaruhnya di struktur kekuasaan menguasai Indonesia baik terbuka maupun terselubung. Hal ini akan menghambat upaya mewujudkan Pancasila dan cita-cita nasional dalam kebersamaan.
Kesenjangan sosial dan keserakahan sekelompok kecil, kata Haedar, sama gawatnya dengan radikalisme dan terorisme serta ancaman ideologis lainnya. Bahkan dinilainya lebih berbahanya. Karena itu, pemerintah dan kekuatan politik perlu makin waspada akan segala ancaman yang berjangka panjang ini.
Kaum beriman, jelas Haedar, tentu ingat akan peringatan Allah SWT, bahwa kerusakan di muka bumi terjadi karena ulah-tangan manusia. Selain itu, hancurnya suatu negeri karena ada sosok-sosok “al-mutrafun” yang selalu berbuat anarki, rakus, dan wewenang-wenang.
Karena itu diperlukan ikhtiar semua pihak untuk menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan ini secara jernih, objektif, dan komprehensif dengan meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Selain itu, juga membangun kebersamaan dalam masyarakat majemuk dan sarat masalah krusial seperti diuraikan itu sungguh merupakan jalan terjal sekaligus mulia yang memerlukan keberanian dan jihad para pemimpin negeri yang bebas dari kepentingan dan segala bentuk penyanderaan diri.