SURAKARTA, MENARA62.COM — Penanganan radikalisme di kampus, jangan gebyah uyah. Ini disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ditanya wartawan tentang radikalisme di kampus, Rabu (6/6/2018) setelah mengisi pengajian di Masjid Sudalmiyah Rais di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Menurutnya, penanganan terorisme tidak bisa gebyah uyah atau digenaralisasi dan ditangani dengan cara instan dan sama. “Kita, baik di lingkungan perguruan tinggi Kemenristek Dikti, maupun di lembaga negara, sampai komponen bangsa, perlu lebih seksama dengan isu dan wacana dan sekaligus juga kesimpulan mengenai radikalisame di kampus,” ujarnya.
Haedar mengatkan, radikalisme memang ada di banyak tempat, bisa di kampus bisa di kampung bisa di tempat ibadah, bisa di ruang publik. Menurutnya, jika betul ada radikalisme di kampus yang membahayakan, maka cara penanganannya itu perlu betul-betul seksama.
Ia juga mengingatkan, agar jangan mudah mengambil kesimpulan dengan menyederhanakan dan menyamarakatan persoalan. “Nanti kesimpulannya kampus sebagai sarang radikal,” ujarnya.
Menurut Haedar, kalau ada kampus tertentu atau ruang publik tertentu, lingkungan tertentu diindikasikan, radikal maka coba lakukan pendekatan dengan cara yang lebih moderat dengan pendekatan moderasi.
Ia juga mengungkapkan, untuk pencegahan dan penanganan radikalisme ini, perlu kerjasama antara berbagai pihak. Misalkan, seperti ada dari kepolisian dengan kampus, tapi suasananya jangan suasana mencekam. Menurutnya, harus ada suasana pendekatan yang moderat.
“Karena banyak kampus-kampus di negeri kita ini, justru menjadi tempat persemaian kader kader bangsa yang terbaik, bukan sebagai tempat dan benih radikalisme,” ujar Haedar mengingatkan fakta tentang kondisi perguruan tinggi di Indonesia.
PP Muhammadiyah, menurut Haedar, sejak awal sudah melakukan pendekatan lewat al Islam dan Kemuhamadiyahan, dengan pendekatan Islam moderat, Islam berkemajuan.
“Insya Allah benih radikalisme itu tidak akan tumbuh, tetapi kan di setiap tempat itu, selalu ada kecenderungan ekstrem radikal. Kondisi itu akan ada, dan bukan hanya di Indonesia, di banyak tempat juga begitu. Tinggal, harus ada roadmap yang tidak generalisasi, dan juga penindakan yang harus tetap seksama, ujarnya.
Menurut Haedar, adikalisme itu terlah menjadi kecemasan seluruh komponen bangsa dan pemerintah. Tetapi, menurutnya, insya Allah, Muhammadiyah cukup tangguh menolak segala bentuk radikalisme. “Termasuk radikalisme karena ideologi, karena politik. Radikalisme karena politik, juga bisa menampilkan kekerasan politik, ideologi juga akan menampilkan kekerasan ideologi. Jadi, semua jenis radikalisme adalah musuh bersama, mata cara penanganan dan pencegahannya, harus dilakukan dengan cara yang seksama,” ujarnya.