Hari libur ini kami menyempatkan liburan bersama teman-teman asal Bandung. Tujuan kami adalah pantai Stanwell Park, Wollongong, New South Wales Australia. Sekitar 40 menit perjalanan dari rumah. Melewati sebagian jalan raya bebas hambatan menuju arah Sydney. Mendaki dan menurun dengan hutan belantara di sisi kiri kanan.
Hampir jam dua belas siang kami di lokasi. Sudah sangat ramai pengunjung yang datang. Boleh dikatakan bahwa pengunjung kali ini sebagian besar adalah berperawakan Asia, seperti Arab, India dan Tionghoa.
Setelah menikmati pantai yang cukup ramai, kami mencari lokasi untuk makan siang dengan bekal yang dibawa dari rumah. Sulitnya mencari lokasi yang tepat karena penuh pengunjung dan terik matahari. Akhirnya kami dapat lokasi di pinggir hutan. Masih dalam kawasan pantai.
Banyak betul pengunjung. Kami parkir mobil agak jauh sebelum masuk lokasi. Ketika makan siang, beberapa mobil datang memarkir tidak jauh dari lokasi kami sedang makan. Walaupun itu adalah pelanggaran. Jelas tertulis bahwa lokasi ini dilarang stop. Tetapi tak kurang dari tujuh mobil pribadi tetap ngotot parkir di situ. Rata-rata sopirnya adalah orang Asia.
Denda Berlipat
Perlu diketahui bahwa pada hari ini, bahkan sejak 20 Desember hingga 1 Januari nanti, ada sistem denda dua kali lipat di sini, “double demerit” istilahnya. Pelanggaran lalu lintas dikenai denda dua ratus persen. Jika parkir salah, denda biasanya hanya satu juta sembilan ratus ribu. Pada hari ini, denda menjadi tiga juta delapan ratus ribu Rupiah. Namun mereka tetap saja parkir. Jika ada petugas, tentu mereka harus dikenai denda.
Ada satu hal kejadian tadi yang agak menyentuh hati saya. Ketika akan belok keluar dari parkir yang penuh sesak, saya agak kesulitan. Mesti pelan-pelan dan hati-hati, apalagi berada di daerah penanjakan. Tiba-tiba sebuah mobil memaksa akan masuk, padahal saya belum selesai putar. Seorang sopir warga lokal segera menyahut kepada si pengemudi tadi.
“Mengapa kamu tidak sabar saja, kamu kan lihat dia sedang berusaha untuk keluar”. Akhirnya si pengemudi yang ternyata orang Asia ini, berhenti dan memberi saya jalan keluar.
Sesaat sebelum saya melanjutkan perjalanan, saya sempat sepersekian detik menoleh kepada si warga lokal yang membela saya tadi. “Terima kasih”, katanya dalam bahasa Indonesia, justru dia yang mendahului menyapaku. Lho, kok bisa? Kenapa bisa dia tahu saya orang Indonesia. Ternyata dari peci hitam yang saya pakai.
Wollongong, Rabu (25/12/2019)