31 C
Jakarta

Hari Anak Nasional 2020: Saatnya Suara Anak dan Remaja Rentan Didengar

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Sebanyak 29 anak dan remaja rentan dari berbagai daerah di Indonesia menyuarakan aspirasi dan harapannya kepada pemerintah secara daring kepada pemerintah pada acara “Ngobrol Asyik Anak dan Remaja Peduli bersama Pemerintah” pada 22 Juli 2020. Mereka semua memiliki harapan yang sama agar pandemi COVID-19 segera berlalu. Pandemi juga dihadapi oleh anak dan remaja yang seringkali terlupakan dalam proses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan oleh orang dewasa.

Selama pandemi COVID-19, anak dan remaja mengikuti pembelajaran jarak jauh dari rumah. Namun pada praktiknya masih terdapat berbagai masalah dan kendala. Silmasaroh yang aktif di Forum Anak Peduli Kabupaten Garut menyampaikan, “Masih ada kekurangan interaksi sosial antara guru dan siswa karena tidak dapat berdiskusi dengan bebas. Saya mengharapkan adanya inovasi kreatif dari guru, sekolah, maupun instansi dan lembaga agar siswa bisa belajar dengan semangat dan menjadi cerdas.”

Tidak hanya itu, permasalahan akses yang tidak sama bagi setiap orang juga disampaikan oleh Muhammad Rizqi dari Kabupaten Tasikmalaya. Ia berharap adanya kompensasi kuota untuk siswa dan gurunya agar dapat berinteraksi melalui berbagai wadah konferensi video yang sudah ada. Bayu Setiawan dari Kabupaten Gunung Kidul menanyakan, “Sebenarnya kuota internet untuk siswa menjadi tanggung jawab orang tua atau negara?” Karlina dari Kabupaten Garut juga menambahkan, “Bagaimana dengan orang yang kurang mampu, ada yang sampai meminjam HP ke tetangga karena kekurangan fasilitas untuk belajar di rumah.” Selain kendala pada proses pembelajaran jarak jauh, masalah lain juga dihadapi anak dengan disabilitas yang memiliki kebutuhan khusus. Farhan Ali, anak dengan disabilitas tuli dari Kabupaten Situbondo mengatakan, “Di rumah tidak ada sinyal, tidak ada HP. Di rumah, Ibu tidak bisa mengajari saya, saya tidak bisa belajar.”

Menanggapi berbagai keluh kesah anak dan remaja tersebut, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD, Dikda, dan Dikmen), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Muhammad Hasbi memberikan semangat dan menyampaikan simpatinya, “Pandemi memang telah mengubah wajah berbagai sektor, termasuk pendidikan. Di seluruh dunia, ada 1,2 miliar anak-anak yang juga belajar dari rumah. Di Indonesia, ada 68 juta anak yang belajar dari rumah mulai dari jenjang dasar, menengah, hingga tinggi. Adik-adik tidak sendirian. Ada banyak peserta didik yang juga bersama-sama melaksanakan kegiatan belajar dari rumah.” Selain itu, Muhammad Hasbi juga menyatakan Kemendikbud bersama dengan Kementerian Kesehatan, Kemeterian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kemenag (Kementerian Agama) berusaha mengevaluasi pelaksanaan proses pendidikan agar anak-anak tetap bertumbuh kembang menjadi generasi emas dan di saat yang sama tetap menjaga keselamatan.

Sementara bagi anak dan remaja yang berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), semua aktivitas yang ada di LPKA harus terhenti, termasuk kunjungan orang tua. Salah satu anak dari LPKA Palembang mengatakan, “Kunjungan dilakukan secara daring sehingga kami harus bergantian dengan teman-teman. Harapan kami, bisa seperti sekolah-sekolah lainnya, kami ingin juga bisa bersekolah secara online.” Sementara dari Pekanbaru, seorang anak mengajak berbagai pihak untuk lebih peduli dengan anak-anak di LPKA, “Semoga ada yang membantu menambah koleksi di perpustakaan LPKA, karena saya suka membaca.”

Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Slamet Prihantara yang merespon suara anak-anak di LPKA mengatakan, “Kita tahu memang yang paling nyaman bagi anak memang berada di samping orang tua, wali, atau pengasuhnya. Namun sekali lagi ini untuk kesehatan kita semua sehingga sementara ini belum ada keputusan untuk kunjungan keluarga. Protokol kesehatan lebih utama. Kami akan berupaya semaksimal mungkin walaupun dalam kondisi seperti ini.”

Selain isu pendidikan, anak dan remaja juga mengemukakan masalah lain melalui ruang virtual tersebut. Cindi dari Kabupaten Lombok Timur yang mewakili anak dari pekerja migran mengatakan, “Mereka merasa khawatir dan takut akan kondisi orang tua yang berada di luar negeri.” Ayudia dari Kabupaten Lombok Timur juga mengutarakan permintaanya agar pemerintah lebih memperhatikan anak dan remaja yang berada di daerah pelosok dan pesantren. “Masker sudah sangat langka dan hand sanitizer juga mahal harganya.” Bagi masyarakat adat seperti di Kasepuhan Cirompang di Kabupaten Lebak, infrastruktur juga masih menjadi kendala. Dita Robiatul Awaliah mengatakan, “Kami menginginkan pembangunan jalan di wilayah Kecamatan Sobang karena kondisi jalan yang memprihatinkan menghambat aktivitas kami. Kami juga ingin agar jaringan internet di wilayah kami segera diperbaiki.”

Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar menyatakan akan mencari solusi dari berbagai masalah dan keluh kesah anak dan remaja. “Pertanyaannya panjang-panjang, tajam, kritis, dan perlu dicarikan solusinya. Jika suara dan pandangan anak-anak mengganggap ada masalah, maka kita harus rapatkan barisan dan carikan solusinya. Kita akan koordinasikan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kementerian dan lembaga lain.”

Hari Anak Nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli momentum pengingat bahwa anak dan remaja juga memiliki suara yang harus didengarkan hak yang harus dipenuhi. Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Nyoman Shuida juga menegaskan pentingnya mendengar suara anak, “Terima kasih kepada anak-anak yang sudah menyampaikan suasana dan kehidupan selama pandemi. Tugas kita adalah untuk bisa mendengarkan apa yang disampaikan anak-anak kita. Dengan mendengarkan kita bisa tahu apa yang dibutuhkan anak-anak. Tentu setelah kita dengar, kita lakukan sesuatu agar harapan anak-anak kita dapat terlaksana.” Nyoman Shuida juga mengajak orang tua untuk mendengarkan suara anak dan tidak otoriter di rumah, tetapi berdialog dan berkomunikasi dengan baik. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!