28 C
Jakarta

Hikmahanto: Jangan Tunda Perpres Pelibatan TNI Dalam Tangani Terorisme

Peran TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Prof Hikmahanto Juwana meminta, agar perpres pelibatan TNI dalam menangani terorisme harus segera dikeluarkan. Selain perpres yang diamanatkan UU No: /2018 itu sudah terlambat dua tahun, evolusi terorisme  juga sudah berkembang jauh dan bisa mengancam kedaulatan negara.

“Repot kalau perpres tidak keluar-keluar. Apakah memang perpres itu harus ada konsultasi ke DPR, memang kalau di bagian penjelasannya ada di sana tetapi tidak sampai berlama-lama juga,” ujar Prof Hikmahanto ketika menjadi salah pembicara dalam Webinar Peran TNI Mengatasi Aksi Terorisme dalam Menjaga Kedaulatan NKRI di Jakarta, Rabu (11/11/2020).

Webinar yang digelar Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Jakarta ini, menghadirkan Jenderal TNI (Purn) Prof AM Hendropriyono, Ketua Senat Dewan Guru Besar STHM sebagai pembicara kunci.

Prof Hikmahanto, pakar hukum UI yang sekarang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Ahmad Yani menegaskan, dalam menangani terorisme perlu melibatkan intelejen secara aktif, agar langkah yang diambil cepat dan tepat sasaran.

Meski evolusi terorisme sudah membahayakan keselamatan negara, menurut Hikmahanto, tetap harus dimasukkan dalam konteks Operasi Militer Selain Perang.

Sebelumnya, dalam sambutan pembukaan, Ketua STHM Brigjen TNI Dr Tiarsen Buaton SH LLM mengatakan, peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme tidak perlu menjadi masalah, bila masing-masing stakeholder penanganan aksi terorisme, mengerti tentang batas kewenangan masing-masing.

“Tugas TNI adalah menegakkan kedaulatan, sedangkan polisi bertugas untuk menegakkan hukum. Apabila terorisme bersenjata sudah mengancam kedaulatan NKRI, maka menjadi tugas TNI mengatasinya. Namun, bila ancaman terorisme tersebut masih bersifat verbal terhadap kedaulatan NKRI, maka menjadi tugas Polri untuk menegakkan hukumnya,” ujarnya.

Pelibatan TNI, dalam memberatas aksi terorisme merupakan keniscayaan, karena sejalan dengan tugas pokok TNI, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang no:34/2004 tentang TNI. Pasal ini menyebutkan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI  yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Selanjutnya 7 ayat (2) tersebut juga menyebutkan, tugas pokok TNI adalah operasi militer perang dan operasi militer selain perang (OMSP), yang salah satu tugas OMSP nya pada pasal 7 ayat (2) huruf b angka (3) disebutkan bahwa tugasnya adalah mengatasi aksi terorisme, disamping tugas mengatasi separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata dan tugas lainnya dalam konteks OMSP.

Substansi utama perpres terorisme mengacu pada UU no:5/2018 tentang  Perubahan atas UU NO: 15/2003, tentang penetapan Perpu No.1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pasal 43 huruf I ayat (2) undang-undang terorisme tersebut, yang rumusannya dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI.

Penjelasan pasal 43 huruf i  ayat (3) menyebutkan, yang dimaksud dengan dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi tentara Nasional Indonesia adalah tugas pokok dan fungsi sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, yang mengatur mengenai tentara Nasional Indonesia dan undang-undang yang mengatur mengenai pertahanan negara.

“Dengan demikian apabila mengacu pada tugas pokok dan fungsi TNI tersebut, maka substansi pokok dari perpres adalah penangkalan, penindakan dan pemulihan,” ujarnya.

Jenderal TNI (Purn) Prof AM Hendropriyono, Ketua Senat Dewan Guru Besar STHM
Jenderal TNI (Purn) Prof AM Hendropriyono, Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer.

Sementara Hendropriyono mengatakan, penumpasan terorisme tidak bisa hanya berhenti pada pelaku terorisme. Ia mengingatkan tentang pohon terorisme.

“Ini pohon tidak akan hidup, kalau tidak ada akarnya. Akarnya itu, ideologi. Akar ini hidupnya di tanah. Tanahnya ini, masyarakat ekstrim atau radikal dalam hal apa saja. Bisa ekstrim kiri, ekstrim kanan,” ujarnya yang juga mengingatkan bahwa ideologi itu bisa mendapat pupuk dari situasi geopolitik.

Ia dengan tegas mengatakan, caranya mematikan terorisme dengan mematikan akarnya. Bahkan, lebih jauh lagi ia mengatakan, perlu upaya untuk menanduskan tanahnya. “Jikapun akar dibabat, apakah pohon terorisme bisa mati? Belum tentu, masih ada tanahnya. Inilah kerja TNI,” ujarnya.

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!