30 C
Jakarta

Hindari “I Hate Monday”

Baca Juga:

Oleh: Ashari, SIP *

SETIAP orang memiliki pengalaman baik dan buruk dalam hidupnya. Apapun profesinya. Namun dalam tulisan ini, kita batasi untuk tenaga edukasi atau guru, meskipun dalam prakteknya dapat dialami oleh siapapun. I Hate Monday diartikan bebas saya benci hari Senin. Hari Senin pun sesungguhnya hanya sebuah perumpamaan, artinya dapat saja bagi orang lain berubah menjadi Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday, Saturday bahkan Sunday. Mari kita kembalikan kepada diri sendiri, adakah hari dalam seminggu itu ada hari-hari tertentu yang terasa beban dan tanggung jawab yang kita pikul terasa sangat berat. Atau sebenarnya bebannya sama saja, namun kondisi yang mengitarinya tidak mendukungnya.

Contoh riilnya begini: bagi guru yang memiliki jam mengajar lebih dari 28 jam per minggu, biasanya ada hari-hari tertentu yang full mengajar, namun dihari lain agak sedikit longgar. Nah, pada saat mengajar dari jam pertama hingga terakhir, masih ditambah les di siang/sore harinya, maka pada saat itulah terasa beban terasa berat. Hingga muncul dalam pikiran bawah sadar kita benci dengan hari itu. Indikasinya diawalinya dengan perasaan tidak semangat untuk mengawali aktivitas, cenderung murung, cemberut hingga bekerja asal-asalan. Selalu melihat jam (waktu) kapan segera berakhir.

Pembelajaran dengan model daring (dalam jaringan) – melalui teknologi WA. Google Class Room dan sebagainya, juga bisa berimbas. Karena bagamana pun PJJ tetap menggunakan jadwal pembelajaran. Kendati tidak seketat saat tatap muka. Siswa tidak langsung bertemu dengan guru. Namun I hate Monday, bisa juga karena tidak suka dengan mata pelajarannya. Maka sebagai guru, sudah saatnya mencari solusi alternatif, agar kita dan siswa tidak terjangkit virus ini. I Hate Monday.

Mencari Akar Permasalahan:

Barangkali anda pernah mengalami hal semacam? Jujur saja. Jika iya, yuk bersama kita mencoba mencari akar permasalahannya, sebab ternyata kalau kita biarkan berlarut-larut justru akan merugikan diri kita sendiri, instansi tempat kita bekerja dan  akhirnya masa depan kita akan terhambat. Karena kebencian atau ketidak sukaan kita terhadap pekerjaan sendiri justru menjadi boomerang untuk maju. Beberapa penyebab itu antara lain adalah :

Pertama, jadwal mengajar terlalu padat. Benar bahwa salah satu tugas guru mengacu kepada UU Guru dan Dosen adalah mengajar. (Tugas lain masih banyak). Namun kalau dari pagi jam pertama hingga jam terakhir mengajar terus, apalagi ditambah suasana kelas yang tidak mendukung, misal murid susah dikendalikan, maka dapat dipastikan guru akan mengalami kelelahan. Baik fisik maupun psikis. Kalau hal ini berlangsung lama dan terus menerus, maka proses belajar mengajar di kelas tidak akan berlangsung efektif.

Solusinya adalah mencoba komunikasi dengan bagian kurikulum, tawar-menawar bolehkan jam mengajarnya sedikit digeser, dengan tidak mengurangi jumlah jam. Karena kita pahami juga bagian kurikulum tugasnya tidak ringan dalam membagi jam mengajar secara rata dan memuaskan semua guru. Namun, selagi masih bisa dirubah mencoba untuk dapat digeser. Jika tidak bisa bagaimana? Kita harus berdamai dengan diri sendiri. Mencari sisi positip dari jadwal yang kita terima. Pasti ada. Misalnya kita pada satu-dua hari kita full mengajar, maka ada hari lain yang agak longgar.

Kedua, suasana tempat kerja. Bisa berhubungan dengan sesama rekan guru, dengan karyawan hingga dengan kepala sekolah. Dalam keseharian ada lho, guru yang lebih senang kalau hari itu Kepala Sekolahnya (KS) tidak masuk. Justru sedih dan tidak bergairah kalau ada KS-nya dari pagi. Ini artinya ada masalah dalam hubungan relasi sosial antara guru dan KS. Atau dengan guru tertentu. Maka solusinya mau tidak mau dibongkar kebuntuan komunikasi ini.

Ketiga, suasana kelas. Bagi sekolah-sekolah tertentu dengan input murid yang tertentu juga, maka kondisi kelas dalam mengajar masih menjadi pekerjaan besar tersendiri. Artinya membangun suasana kondusif dalam mengajar di kelas membutuhkan energy tersendiri. Tidak jarang separuh waktunya habis untuk menata dan menasehati siswa agar dapat memperhatikan.

Akhirnya tidak ada lagi istilah I hate Monday tersebut, berganti dengan hari penuh gairah dan semangat untuk mengajar. Sekian.

Penulis :Mengajar PPKn  di SMP Muhammadiyah Turi  Sleman DIY. Opini Pribadi

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!