29.5 C
Jakarta

Hubungan Emosional Prof. Windia dengan MPB (2)

Baca Juga:

 

BADUNG, MENARA62.COM – Sosok pria berpenampilan sederhana, yang selalu teguh memegang prinsip melestarikan nilai-nilai kebangsaan dan tetap eksisnya organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak) demi kokohnya seni budaya Bali yang dapat diwariskan secara turun temurun.

Guru Besar Emeritus Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU (74 tahun) itu juga mempunyai hubungan emosional dengan Monumen Perjuangan Bangsal (MPB), karena selama hayatnya  memiliki  perhatian  dan kepedulian yang luar biasa  terhadap  markas rahasia Perjuangan Bawah Tanah Perang Kemerdekaan Republik Indonesia di Bali.

Monumen Perjuangan Bangsal di Pertigaan  Banjar Gaji, Desa Dalung, Kabupaten Badung pada zaman penjajahan  Belanda itu hanya berupa hamparan persawahan sehingga sangat strategis bagi para pejuang Kemerdekaan RI untuk bertemu mengatur strategi melawan penjajah.

Prof Windia  yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stispol) Wira Bhakti Denpasar semasa hidupnya 20 tahun yang lalu (sekitar 2003) saat Pak Made Wija Kusuma, alias Pak Joko masih segar bugar sering diminta datang ke rumahnya di Jalan Nangka Denpasar.

Di sela-sela kesibukan keluarga itu mengelola toko bunga (nama tokonya Lely) sering bercerita tentang kiprah perjuangannya di masa lalu menyangkut proses penurunan pasukan perjuang kemerdekaan di Bali.

Prof Windia yang  baru saja menghembus napas terakhir dalam perawatan intensif di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah di Denpasar, Sabtu dinihari (1/3-2023), sebenarnya  baru saja  berhasil merampungkan penerbitkan buku bersama MPB yakni sebuah buku tentang Monumen Perjuangan Bangsal (MPB), edisi kedua berjudul Bangsal Dalam Kenangan Revolusi dan Perang Kemerdekaan di Bali. Dengan sub-judul : Menuju Satu Abad Monumen Perjuangan Bangsal (MPB) serta Buku Menwa, tutur Ketua Korps Menwa Indonesia (KMI) Provinsi Bali, Bagus Ngurah Rai, BA, SH, MM, MBA.

“Kepergian beliau sangat mengangetkan banyak pihak dan rasa duka yang mendalam, karena kami begitu dekat dengan almarhum,” tutur Ketua Umum Monumen Perjuangan Bangsal (MPB)  sekaligus  Penglingsir Puri Puncak Bangsal dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, SpA (K) menambahkan.

Ia mengaku sangat dekat dengan almarhum dan memiliki banyak kenangan dalam melestarikan nilai-nilai kebangsaan untuk mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menghadapi persaingan global yang semakin berat.

Prof Windia adalah sosok pria kelahiran Sukawati, Kabupaten Gianyar, 15 Desember 1949 ketika pemugaran MPB tahun 2007 dipercaya sebagai sektretaris pembangunan proyek swadaya yang bernilai lebih dari satu milyard rupiah.

Monumen Perjuangan Bangsal adalah sebuah rumah milik almarhum  Bagus Made Wena di kawasan pertigaan Gaji-Dalung-dan Sempidi, Badung. Pada zaman perang kemerdekaan, rumah itu dimanfaatkan  para pemuda pejuang sebagai markas rahasia.

Buku tentang MPB yang ditulisnya dengan segala kekurangan dan kesederhanaan didedikasikan untuk mereka yang telah berjuang dan berkorban bagi Indonesia merdeka. Sungguh tak ternilai pengorbanan yang  telah diberikan kepada bangsa dan negara. Semuanya diberikan dengan ikhlas  tanpa harapan.

Bila direnungkan dengan mendalam, maka generasi baru Indonesia merasakan bahwa kita sebetulnya tidak pernah memberikan apapun kepada Republik ini. Namun hanya meminta untuk kepuasan dan kepentingan untuk pahlawan kemerdekaan Indonesia.

Di Bali terjadi sekitar 31 kali pertempuran antara pejuang dengan penjajah Belanda setelah Puputan Margarana, Kabupaten Tabanan 20 November  1946 sampai penyerahan kedaulatan RI oleh Belanda.

Dari Bangsal lah perjuangan di Bali itu dimulai, berawal dari menghimpun kaum pemuda pejuang yang idealistis. Ketika I Gusti Ngurah Rai dan rombongan kembali dari Jawa dan mendarat di Pantai Yeh Kuning, Jembrana selanjutnya membentuk DPRI, sampai akhirnya Perang Puputan Margarana, puncak perjuangan bersenjata di Bali.

Setelah Puputan Margarana bukan berarti perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan di Bali sudah usai, karena tercatat puluhan kali pertempuran antara pejuang kemerdekaan dan penjajah Belanda di Pulau Dewata.

Peranan MPB Dalam Perang Kemerdekaan

Monumen perjuangan bangsal merupakan markas tempat perjuangan bawah tanah di Kabupaten Badung, Bali. Dari sinilah para pejuang mendapat berbagai informasi berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan.

Berbagai informasi disampaikan kepada Ida Bagus Gede Rata oleh para pemuda pejuang yang bekerja di perusahaan milik Jepang yakni Haikiyu Kumiae yakni Cokerde Agung dari Singapadu, Gianyar dan Anak Agung Anon Dada dari Batubulan, Gainyar.

Informasi yang telah diterima tersebut diteruskan kepada semua pejuang bawah tanah di Badung dan sekitarnya secara berantai. Pada 16 Agustus 1945 terjadi pertemuan rahasia cukup besar dan sangat bersejarah di gudang kopra Bangsal.

Pada saat itu pertemuan dihadiri oleh beberapa perwira PETA berpangkat codanco  setingkat kapten dan beberapa tokoh pejuang Bali. Jumlahnya sekitar 30 orang bertujuan untuk menaikkan bendera merah putih dan mengatur strategi untuk menyerang tentara Jepang dan mengambil alih pemerintahan dari Jepang.

Pada saat yang sama dipersiapkan pula sebuah organisasi perlawanan yang disebut Barisan Perlawanan Rakyat  (BPR) dalam bentuk organisasi pencaksilat yang diberinama Eka Santosa Stiti (ESSTI)

Kemudian pada 19 Agustus 1945 kembali diadakan rapat rahasia di Bangsal yang dihadiri kalangan pemuda intelektual dan orang-orang sakti yang bisa menjadi leak, diantaranya tokoh yang hadir antara lain  Made Wijakusuma (pimpinan rapat) Pak Mandera, kemudian pernah menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Bali. dan Ida Bagus Pidada, pernah menjadi pimpinan BRI Denpasar.

Pertemuan tersebut memutuskan untuk menyerang Jepang pada tanggal 22 Agustus 1945, karena ketika rencana itu dikonsultasikan kepada I Gusti Ngurah Rai, ternyata Pak Rai berpendapat lain, menyarankan agar serangan tersebut ditunda beberapa saat karena situasi belum memungkinkan.

Tanggal 1 januari 1946 kembali diadakan pertemuan rahasia di Bangsal, pada saat itu ditetapkan sebuah keputusan bahwa Pemuda Republik Indonesia (PRI) dilebur menjadi  Staf III DPR( (Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia dibawah komando I Gusti Ngurah Rai.

Selanjutnya bangsal sangat berperan dalam proses Perjuangan Perang Kemerdekaan di Bali, karena selalu dimanfaatkan sebagai tempat transit bagi pejuang dari Denpasar. Para pemuda pejuang dari Denpasar yang akan membawa logistik dan informasi ke kawasan hutan di Tabanan selalu memanfaatkan rumah milik almarhum Bagus Made Wena di Banjar Gaji dan rumah bangsal sebagai tempat persinggahan sementara sebelum menuju tempat sasaran yang dituju.

Lokasinya Sangat Terpencil

Rumah milik Bagus Made Wena yang dikenal para pejuang dengan sebutan Bangsal, kini bernama Puncak Bangsal lokasinya sangat terpencil jauh dari keramaian. Banjar Gaji Desa Dalung atau Desa Sempidi, jalan yang ada di depan Bangsal menuju ke desa-desa tersebut sangat sempit mirip jalan setapak. Rumah itu dibangun dan berdiri megah sejak  tahun 1942.

Akibat terpencilnya tidak banyak penduduk sekitarnya mengetahui berbagai kegiatan perjuangan yang yang ada di rumah tersebut. Gede Mustika Rana (71 tahun) putra tertua dari pejuang Wayan Rana dari Desa Celuk Dalung memiliki kesan tersendiri terhadap bangsal.

Ia menjelaskan, bahwa ayahnya sering mengatakan bangsal memiliki peran aktif dalam perjuangan di Bali. Kalau tidak mana mungkin ayahnya menyebut-nyebut bangsal dalam berbagai kisah perjuangan.

Ia juga memiliki kesan, berdasarkan percakapan almarhum ayahnya bahwa pejuang Bagus Made Wena adalah seorang aktivis pada zamannya. Kalau tidak, maka tidaklah mungkin rumahnya direlakan untuk lokasi berkumpul dan dijadikan markas dari para pejuang bawah tanah di Badung dan sekitarnya di Bali.

Berkaitan dengan kabar duka berpulangnya prof Windia yang begitu banyak berjasa terhadap perkembangan korps Menwa Ugraçena Bali, Ketua Korps Menwa Indonesia Kab. Badung, Putu Krisna Adigunartha mengatakan merasa terkejut atas kepergian prof windia. “Beliau seperti bapak yg membimbing dan mendorong dalam memajukan korps menwa melalui kegiatan PPBN, kesederhanaan beliau dan ketulusan beliau sangat sederhana dan beliau adalah panutan saya,” Ungkapnya.

Begitu pula Ketua Monumen Menwa Ugraçena Bali, Heldy Ardiansyah mengatakan “Siap Ndan !” merupakan sebuah kalimat sederhana sebagai jawaban beliau ketika menyampaikan sesuatu kepada saya dengan usia yang terpaut jauh. Sikap rendah hati inilah yang tercermin pada sosok beliau yang selalu memberi motivasi kepada generasi muda untuk tetap berkreasi dalam bela negara masa kini. (STK/MM/GAB)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!