JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah telah menganggarkan tidak kurang dari Rp10 triliun setiap tahunnya untuk pengembangan buku baik buku teks maupun buku non teks. Tetapi hingga kini minat baca masyarakat belum menggembirakan.
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menyebutkan baru satu berbanding seribu orang penduduk Indonesia yang memiliki budaya membaca cukup baik.
Karena itu, untuk mendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan IKAPI menandatangani nota kesepahaman tentang pengembangan literasi dalam rangka meningkatkan fungsi dan peran buku dalam pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.
Tujuan penandatangan nota kesepahaman ini adalah untuk mengoordinasikan dan menyinergikan pelaksanaan tugas dan kewenangan Kemendikbud dan IKAPI dalam rangka memajukan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia melalui pengembangan literasi.
“Harapannya IKAPI bisa mewujudkan salah satu yang sedang kita upayakan yaitu budaya literasi kita terhadap bahasa, sehingga minat membaca semakin tinggi. Tentu Kemendikbud tidak bisa sendiri, perlu dilakukan bersama dengan masyarakat perbukuan yaitu IKAPI,” disampaikan Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi, saat diwawancarai usai penandatangan nota kesepahaman, di Kantor Kemendikbud, Selasa (02/04/2019).
Untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, bahwa buku itu harus bermutu, murah dan merata, Didik Suhardi mendukung IKAPI semakin banyak di seluruh Indonesia agar terciptanya pasar buku.
“Caranya harus banyak pameran-pameran buku agar tingkat membaca buku anak-anak Indonesia terus semakin meningkat. Untuk itu, Gerakan Literasi Nasional kemudian juga UU Perbukuan dengan semangat buku murah, merata dan bermutu ini bisa kita wujudkan di seluruh tanah air,” ungkap Didik Suhardi.
Saat ini, Pemerintah setiap tahunnya telah menganggarkan tidak kurang dari Rp10 triliun untuk pengembangan buku, baik buku teks maupun buku non teks.
“Karena itu, harus ada sinergi antara Pemerintah dengan dunia buku supaya pangsa pasar ini bisa diambil dengan baik, jangan sampai nanti hanya di Jawa saja, sedangkan luar Jawa, di daerah terpencil, tidak kebagian buku atau tidak ada pasarnya,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Ketua Umum IKAPI, Rosidayati Rozalina, mengatakan saat ini IKAPI telah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan literasi di Indonesia. Baik melalui pameran buku murah di seluruh Indonesia maupun penyediaan sistem informasi yang akuntabel untuk memudahkan masyarakat memesan buku melalui jaringan online.
“Pada pameran yang diselenggarakan IKAPI setiap tahunnya sekarang kita buka yang namanya zona kalap, yaitu buku-buku yang dijual dengan harga yang sangat miring. Sekarang pun bukan hanya di IBF (Indonesia Book Fair), tetapi di daerah pun ada Liga Buku Bandung, kemudian juga beberapa penerbit mengadakan kegiatan menjual buku murah ke masyarakat, jadi sekarang ini memang semakin ramai sebetulnya,” kata Rosidayati.
Khusus untuk daerah terdampak bencana, IKAPI memiliki program sejuta buku yaitu pemberian buku-buku kepada masyarakat yang terkena dampak bencana, baik berupa buku baru maupun buku bekas.
“Tentu itu juga kita harapkan bukan hanya dari buku rumah yang disumbangkan, akan tetapi ada pembelian buku oleh para donatur untuk disumbangkan. Jadi bukan hanya mendapat buku bekas tapi juga buku baru yang dijual di pameran,” ungkapnya.
Untuk minat baca sendiri, Rosidayati mengakui bahwa minat baca masyarakat masih rendah yakni satu berbanding seribu orang. Tetapi, saat ini terjadi peningkatan minat baca di masyarakat sebanyak 11,6 persen. Sementara itu, produksi buku yang tercatat di International Standard Book Number (ISBN) mencapai 70.000 judul buku per tahun. Namun, tidak semua judul buku beredar di masyarakat karena ada buku-buku yang diterbitkan oleh lembaga. IKAPI sendiri mencatat ada 30.000 judul buku baru yang beredar di masyarakat per tahunnya.