26.4 C
Jakarta

Ikhtiar dan Doa

Dalam beberapa literatur tentang ‘aqaid (akidah) disebutkan bahwa ‎para ulama membagi takdir dalam dua kategori, yaitu takdir mubram, dan ‎takdir mu’allaq.‎

Baca Juga:

Setiap manusia sudah ditentukan qadha (ketetapan) dan qadar ‎‎(takdir)-nya oleh Allah Swt. Namun demikian, Allah selalu membuka ruang ‎ikhtiar (usaha) bagi manusia untuk mengubah keadaan atau nasibnya. ‎

Dalam beberapa literatur tentang ‘aqaid (akidah) disebutkan bahwa ‎para ulama membagi takdir dalam dua kategori, yaitu takdir mubram, dan ‎takdir mu’allaq.‎

Takdir mubram adalah qadha dan qadar yang tidak dapat dielakkan, ‎pasti terjadi pada diri manusia dan manusia tidak mempunyai opsi untuk ‎menentukan pilihannya. Takdir jenis ini, misalnya seseorang tidak bisa memilih ‎jenis kelaminnya ketika ia dilahirkan. Ia tidak bisa memilih untuk menjadi laki-‎laki atau perempuan. Ini merupakan wilayah kekuasaan atau hak prerogatif ‎Allah Swt. ‎

Juga takdir tentang siapa orang tua kita. Kita pun tidak bisa memilih ‎untuk dilahirkan oleh seorang konglomerat, misalnya, atau memilih menjadi ‎anak seorang menteri, atau kyai. Pun takdir tentang kondisi fisik kita. Kita ‎tidak bisa meminta dilahirkan dengan paras yang cantik atau rupawan, kulit ‎putih atau kuning langsat, rambut ikal atau lurus, ada tahi lalat atau tidak. ‎Kita pun tidak bisa menolak ketika dilahirkan dalam kondisi tidak sempurna ‎fisiknya, yakni cacat, misalnya. Kesemua itu merupakan kekuasaaan mutlak ‎Allah Swt. Kita tinggal menerima kenyataan yang ada dengan penuh rasa ‎syukur. Dalam sebuah Hadis Qudsi Allah mengingatkan:‎

‎”Barangsiapa tidak rela atas keputusan-Ku atau takdir-Ku, maka ‎hendaknya ia mencari Rabb selain-Ku.” (HQR. Imam Baihaqi melalui Anas ra)‎

Bernilai

Masih banyak kelebihan yang diberikan Allah kepada kita. Jangan terus ‎menerus meratapi kondisi yang ada pada diri kita. Hanya dengan sabar dan ‎ikhlas menerima keadaan inilah yang akan menjadikan kita bernilai di hadapan ‎Allah. Takdir jenis ini memang tidak ada ruang bagi kita untuk ‎berikhtiar.‎

Adapun takdir mu’allaq adalah qadha dan qadar yang tergantung ‎dengan usaha atau ikhtiar manusia, sesuai kemampuan yang ada pada ‎dirinya. Contoh paling mudah dari takdir jenis ini adalah yang sering kita ‎sebut dengan istilah tiga misteri Ilahi, yakni rezeki, jodoh dan ajal. ‎

Memang, sudah menjadi pandangan umum di masyarakat bahwa ‎ketiga misteri Ilahi tersebut.  Rezeki, jodoh dan ajal sudah menjadi ‎ketetapan dan hak mutlak Allah. Hal ini kadang-kadang menimbulkan sebuah ‎anggapan bahwa manusia tinggal menerima saja apa yang Allah tetapkan. ‎Mereka yang berpandangan seperti ini, seringkali hanya pasrah menerima ‎kenyataaan tanpa ada usaha untuk mengubahnya menjadi lebih baik.‎

Misalnya, seseorang yang hidup dalam kondisi serba kekurangan alias ‎miskin. Kemudian dia merasa sudah berusaha untuk bekerja mencari uang, ‎tetapi kondisinya tak kunjung membaik. Akhirnya dia mengatakan pada ‎dirinya sendiri, mungkin sudah nasibnya menjadi orang miskin. Lantas dia ‎hanya melakukan rutinitas pekerjaan yang hanya cukup untuk makan sehari-‎hari. Padahal, Allah membentangkan rezeki-Nya begitu luas di muka bumi ini. ‎Seandainya saja, si miskin tadi mau ‘berkeringat’ berusaha lebih giat dan ‎bekerja lebih keras lagi, memutar otaknya untuk mencari peluang usaha yang ‎lebih menjanjikan, disertai permohonan yang tiada henti kepada Allah, tidak ‎hanya pasrah pada nasibnya, insya Allah peluang untuk hidup lebih baik akan ‎terbuka lebar. ‎

‎”Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang ‎diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan ‎‎(kepadanya).” (QS. An-Najm : 39-40). ‎

Contoh lain misalnya berkaitan dengan masalah jodoh. Allah memang ‎sudah menetapkan bahwa setiap makhluknya diciptakan berpasang-pasangan. ‎Tetapi tentunya, seseorang tidak akan mendapatkan pasangannya tanpa ‎adanya usaha untuk menemukan pasangannya tersebut. Kalau seseorang ‎beranggapan bahwa jodoh sudah diatur oleh Allah, nanti kalau sudah saatnya ‎pasti akan ketemu jodohnya, tanpa ada usaha untuk mencari atau ‎menemukannya, sampai kapan pun dia tidak akan mendapatkan jodohnya. ‎

Mencari jodoh, seperti halnya mencari rezeki, harus diusahakan ‎semaksimal mungkin, tidak bisa hanya berpangku tangan atau berdiam diri ‎mengharap jodoh turun dari langit. Ini sama saja dengan mimpi di siang ‎bolong, mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. ‎

Berusaha

Maka, tugas manusia adalah berusaha atau berikhtiar dengan segala ‎daya dan upaya. Ketika itu sudah dilakukan selanjutnya serahkan segala hasil ‎usaha, yakni bertawakkal kepada Allah.‎

Adapun berkenaan dengan takdir Allah tentang ajal atau kematian, ‎manusia pun diberi ruang untuk ikhtiar. Misalnya, seseorang yang menderita ‎sakit, maka ikhtiar yang harus dilakukan adalah segera mengobati sakitnya ‎dengan memeriksakan diri ke dokter, atau berobat dengan cara alternatif, ‎yang tidak melanggar ajaran agama. Karena jika tidak segera diobati maka ‎sakitnya akan bertambah parah, dan tidak menutup kemungkinan ajal atau ‎kematian akan segera menjemputnya.‎

Jika ia berpikir bahwa kalau Allah menghendaki sembuh tentu dia akan ‎sembuh, tanpa ada usaha melakukan pengobatan, maka bisa dipastikan, ‎bukannya sembuh yang didapat, justru penyakit yang dideritanya akan ‎bertambah parah. ‎

Dalam takdir Allah ini, yakni hadirnya penyakit di tubuh kita, ada ‎pelajaran yang ingin Allah berikan, salah satunya adalah agar kita berusaha ‎untuk mengobati rasa sakit yang kita derita. Allah sangat senang terhadap ‎hamba-Nya yang mau berusaha. Justru ketika dia pasrah pada keadaan, ‎dengan tidak mau berobat, dan hanya berharap Allah segera menyembuhkan ‎penyakitnya, dia sudah mencelakakan dirinya sendiri, dan Allah melarang ‎keras seseorang mencelakakan dirinya. Dalam salah satu ayatnya, Allah ‎mengingatkan, …“Dan janganlah kamu jatuhkan dirimu sendiri dengan ‎tanganmu kepada kebinasaan…” (Q.S. Al-Baqarah: 195)‎

Dengan demikian jelaslah bahwa takdir yang bisa diusahakan ini ‎menuntut ikhtiar manusia secara maksimal. Hanya dengan usaha dan doa ‎seseorang bisa mengubah kondisi hidupnya, hanya dengan kerja keras, ‎diserta kesabaran, ketabahan dan selalu memohon petunjuk Allah seseorang ‎bisa mendapat keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. “Sesungguhnya ‎Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah ‎apa yang ada pada diri mereka sendiri”. (Q.S. Ar-Ra’du : 11).‎

* Ruang Inspirasi, Kamis, 2 November 2023.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!