Samara, Menara62.com— Rusia memang masih memiliki sitgma, sebagai sebuah negara tertutup. Bayang-bayang supermasi komunisme dan Uni Soviet, masih kental di pikiran kebanyakan orang awam.
Padahal, Negeri Beruang Merah ini sudah sejak 25 Desember 1991 Uni Soviet sudah bubar, dengan meninggalkan banyak masalah. Bendera Soviet diturunkan dari Kremlin, dan bendera triwarna Rusia mengudara. Boris Yeltsin memegang kendali kemudi Rusia yang baru dan merdeka.
Kini, Pemerintah Federasi Rusia diperintah oleh Presiden Vladimir Putin. Mantan anggota satuan spionase elit Soviet ‘KGB’ itu, memimpin Rusia sejak tahun 2000 saat Presiden pertama Rusia Boris Yeltsin mengundurkan diri.
Majalah Times menganugerahi Putin peringkat pertama, dari daftar orang paling berpengaruh versi mereka. Karena prestasi luar biasanya mengangkat perekonomian Rusia sejak tahun 2000 sebesar 75% dibanding saat Uni Soviet runtuh 1991. Putin juga melakukan perbaikan-perbaikannya pada keadaan ekonomi dan stabilitas bernegara Rusia.
Sejak awal masa jabatannya sebagai Presiden Rusia, hingga masa jabatannya yang kedua sejak 2012 hingga sekarang, Putin memiliki slogan Keep It Russian. Sebuah slogan yang menjadi pedoman yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan teknologi.
Dari segi ekonomi, slogan Keep It Russian terlihat dari  data Russian Central Bank. Data itu menunjukan Foreign Direct Investment (FDI), atau investasi langsung luar negeri di Rusia paling banyak hanya 6,5% dari seluruh perekonomian Rusia. Dan berasal dari Belanda, Cyprus, Bermuda, dan China.
Sekalipun data tersebut ditanggapi skeptis oleh ekonom Rusia sendiri, karena ‘ketidakterbukaannya’. Namun orientasi negara dalam menjaga ‘perbatasan’ perekonomiannya dari hegemoni asing terlihat sekali.
Di hilir, negara sangat berpihak dalam melindungi produk asli Rusia. Terlihat dari bagaimana mereka mengatur pasar retailnya. Di pusat-pusat retail dan perbelanjaan, semua produk yang diimpor, tidak memiliki tempat di rak-rak reguler mereka.
Semua barang yang dibutuhkan, dalam keseharian kehidupan orang yang tinggal di Rusia, adalah produk lokal. Mulai dari makanan pokok sayur, buah, daging, ikan, makanan olahan, pakaian, peralatan otomotif, elektronik, barang rumah tangga, ada semua. Dan hebatnya, semua diproduksi oleh produsen asli Rusia, tanpa embel-embel brand impor.
Perhatian khusus pemerintah, membuat harga jual produk-produk lokal menjadi murah. Selain itu, produk lokal betul-betul mendapat tempat di negaranya sendiri. Semua orang, jadi tidak membutuhkan produk impor yang mahal, jika semua kebutuhan mereka tersedia oleh produk-produk lokal.
Keep It Russian, sangat memberdayakan pengusaha lokal. Rusia memberi karpet merah kepada produk lokal, membuat produk mereka naik kelas, dan menjadi pilihan utama pasar.
Keep It Rusian, memberikan pasar persaingan yang subur, untuk tumbuh sektor swasta lokal. Karena negara melindungi pasar dari serbuan produk asing. Sehingga yang untung adalah pengusaha Rusia, dan seluruh pegawai dan buruh yang bekerja di pabrik-pabrik lokal.
Kebijakan Keep It Russian, bukan hanya diberlakukan di sektor ekonomi. Tapi juga teknologi. Rusia tidak bebas membiarkan platform teknologi asing masuk dan menguasai.
Sebagai contoh, platform internet google dan semua aplikasi turunannya, penggunaannya sangat terbatas di Rusia. Bisa digunakan, tapi menurun kualitasnya. Terutama aplikasi navigasi dan translasi. Sangat terbatas.
Platform media sosial juga. Line sudah dimatikan dan tidak bisa diakses secara umum di Rusia. Hanya bisa diakses dengan menggunakan VPN. Mereka lebih memilih menggunakan Whats App dan Telegram. Facebook, dan Tweeter juga minim penggunaanya. Karena Rusia mengutamakan plaform lokal, yakni VKontake atau VK.
Semua server data penggunaan internet di Rusia pun, dijaga di dalam negeri. Data Rusia tidak boleh lari ke luar negeri. Semua aman disimpan di dalam negeri.
Industri strategis otomotif juga dikembangkan. Transportasi roda dua dilarang. Semua transportasi publik harus buatan Rusia. Dari yang jelek sampai yang bagus beroperasi, semua buatan Rusia.
Transportasi pribadi berupa mobil juga menggunakan produk lokal. Produk asing boleh masuk, tapi harganya tinggi. Mobil lokal bisa 50% lebih murah dari mobil asing.
Bahkan dilansir dari Moscow Times, di sektor informasi pun, Rusia mempertimbangkan dalam waktu dekat mengganti Wikipedia dengan kanal ensiklopedia daring, yang asli buatan Rusia. Agar semua informasi bisa ‘bebas dari bias-bias yang membahayakan stabilitas’ negara.
Masih banyak lagi implementasi slogan Keep It Russian yang betul-betul diterapkan. Sebuah kebijakan negara yang konsisten, dalam melindungi pasarnya di kompetisi global.
Indonesia Bisa Belajar Banyak
Presiden Indonesia, Joko Widodo terpilih untuk kedua kalinya sebagai presiden. Sejak 2019 hingga 2024 nanti, kita tentu berharap perubahaan keadaan menjadi lebih baik.
Namun yang sangat disayangkan. Slogan Nawacita dan Trisakti, yang dulu di periode pertama dicanagkan, dan tegas diteriakkan. Padam, tidak terdengar lagi. Sepadam optimisme untuk bisa melihat ekonomi Indonesia, berdiri di kaki sendiri.
Indonesia perlu belajar dari slogan Keep It Russian ala Putin. Kita bisa jadikan itu Keep It Indonesian ala Pak Jokowi. Sehingga kebijakan perekonomian bisa mengutamakan produk lokal.
Kita sejauh ini, hanya sekadar slogan untuk mengutamakan produk lokal. Sementara di pasar, mulai dari pasar tradisional hingga retail modern, nyaris semuanya produk impor. Dari beras, bawang merah, gula, sampai pacul, impor.
Parahnya harga barang impor itu, sangat kompetitif dengan produk lokal. Ditambah lagi, di pasar tradisional disatukan raknya dengan produk lokal. Jikalau dipisah sekalipun, yang masukan rak reguler ya produk impor.
Di retail modern produk lokal punya rak khusus, punya counter khusus, kecil saja di pojok-pojok. Jualan utamanya ya produk impor, produk lokal dipinggirkan. Berbeda sekali dengan di Rusia. Jualan utamanya ya produk lokal, produk impor yang dipinggirkan.
Lalu kapan produk lokal bisa menguasai pasar? Kapan produk lokal bisa benar-benar naik kelas? Kalau di pasar domestik saja, produk lokal itu bukan pemain utama.
Begitupun dari segi platform media sosial dan internet. Kita cuma pasar. Tidak punya platform sendiri. Anak negeri bisa buat platform serupa, tapi tidak didukung dengan pendanaan, tidak didukung dengan aturan dan promosi. Hanya diberi tepuk tangan dan dibiarkan bersaing dengan platform raksasa milik asing. Jelas kalah sebelum bertanding.
Mirisnya lagi, pemerintah malah membuat kebijakan aneh, yang mervisi Peraturan Pemerintah tentang Pengatuan Sistem Transaksi Elektronik. Muatan revisi kontroversial itu memungkinkan pusat data dan server transaksi internet di Indonesia, tidak harus berada di Indonesia. Artinya keamanan data pengguna internet bisa tergadai dengan kebijakan tersebut.
Bagaimana jika kita mengembangkan teknologi kita sendiri, mengembangkan platform kita sendiri. Pemerintah mendukung dengan melindungi, membiayai, mempromosikan, dan mengatur. Jelek tidak masalah, nanti akan terus diperbaiki. Anak-anak bangsa kita tidak bodoh kok. Sudah unggul SDM kita untuk membuat platform internet dan medsos asli Indonesia.
Seperti di Rusia, pemerintahnya serius menjaga pasarnya, tetap menjadi pasarnya. Bukan pasar barang negara lain.
Agar negeri kita tercinta Indonesia, tidak hanya menjadi pasar bebas dari persaingan asing. Dan kita hanya bisa menganga menjadi penonton, mengonsumsi produk asing, dan memperkaya orang lain. Mari keluar, jangan jadi pasar terus. Sudah waktunya jadi pemain utama. Bersiap dengan persaingan 4.0. secara global.
Kamis, 7 November 2019
Diki Hermawan