JAKARTA, MENARA62.COM– Indonesia masih kekurangan dosen bergelar doktor setidaknya 15 ribu doktor. Karena itu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) terus berupaya meningkatkan kualitas dan kapasitas dosen di perguruan tinggi Tanah Air.
“Berbagai kebijakan telah diupayakan, termasuk pemberian beasiswa untuk dosen, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini untuk meningkatkan jumlah dosen yang bergelar doktor,” papar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kemristekdikti, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, Selasa (30/5/2017).
American Indonesia Exchange Foundation (AMINEF) menjadi salah satu mitra Kemristekdikti dalam memfasilitasi beasiswa studi pascasarjana dosen ke berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat (AS). Kerja sama Program Beasiswa Bersama dalam skema Beasiswa Fulbright-Ristekdikti sendiri telah dilakukan sejak 29 Mei 2009, kemudian diperpanjang pada 29 Mei 2013 sampai dengan 29 Mei 2017. Selanjutnya, pengaturan program beasiswa tersebut kembali diperpanjang sampai dengan 29 Mei 2021 dalam nota kesepahaman (MoU), dengan sejumlah pembaruan.
Beasiswa Fulbright-Ristekdikti tersebut lanjut Ghufron, juga memfasilitasi pembiayaan penelitian dosen yang memenuhi syarat di universitas-universitas AS. Dimana pendanaan program beasiswa khusus untuk dosen itu ditanggung Kemristekdikti, namun pengelolaannya menjadi tugas dari AMINEF.
“Jika setiap tahun biasanya hanya sekira 20 dosen yang mendapat bantuan dana Fulbright-Ristekdikti, maka mulai dari tahun akademik 2017 ada kuota sampai dengan 50 orang per tahun untuk menjalani program-program doktor. Kedua, sarjana-sarjana senior atau peneliti post-doctoral mulai tahun akademik 2017 akan melakukan riset selama empat sampai enam bulan di universitas terakreditasi di Amerika,” ucapnya.
Ghufron menambahkan, kriteria seleksi program bantuan dana Fulbright-Ristekdikti bagi para dosen Indonesia disesuaikan dengan dasar baku Fulbright bagi mahasiswa PhD dan para visiting research scholars. Adapun Program beasiswa ini diberikan untuk masa studi selama maksimum tiga tahun dengan kemungkinan perpanjang sampai dengan empat tahun.
“Salah satu persyaratan yang juga penting adalah setelah menyelesaikan studinya nanti para dosen diwajibkan kembali ke institusinya untuk mengajar, dan melanjutkan penelitian-penelitian serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Para doktor juga harus produktif, menghasilkan jurnal atau publikasi internasional bereputasi,” tutur Ghufron.
Pada kesepakatan yang baru, Direktorat Jendral Sumber Daya Iptek Dikti akan menanggung biaya-biaya, meliputi uang kuliah, tiket pesawat pulang-pergi (termasuk biaya perjalanan domestik dari kota asal penerima bantuan dana), tunjangan hidup, tunjangan buku, dan asuransi kesehatan. Dari total bantuan dana tersebut, 30% di antaranya akan digunakan untuk biaya seleksi kandidat, pengawasan, serta orientasi pra dan pasca keberangkatan. Biaya seleksi dan orientasi ini akan ditanggung 22% oleh AMINEF dan 8% dibayarkan oleh Direktorat Jenderal.
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ali Ghufron Mukti selaku Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti bersama Direktur Eksekutif Yayasan AMINEF, Alan H. Feinstein. Diharapkan, tawaran bantuan dana ini dapat bermanfaat bagi peningkatan mutu dosen dan peneliti di Indonesia.