32.7 C
Jakarta

Indonesia Masih Dibayangi Pertumbuhan Ekonomi Negatif

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM Dalam prespektif jangka menengah Indonesia masih tetap terus melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas dan akselerasi pertumbuhan. Pandemi Covid-19 memberikan kekhawatiran dan ketidak pastian ekonomi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi dunia. Hingga saat ini belum ada yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir.

“Dampak Covid-19 pada dasarnya telah mulai dirasakan perekonomian Indonesia, bahkan sebelum Maret 2020,” ungkap Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dalam acara webinar Strategi Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19 & Peningkatan Kemudahan Berusaha Indonesia, Selasa (20/10).

Menurut Febrio, Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) triwulan satu sudah mulai menunjukan pertumbuhan 2,97%. Dengan dampak tersebut yang terbesar dirasakan oleh sektor pariwisata dan industri manufaktur. Pada triwulan kedua 2020 perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan negatif yaitu -5,32%. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan negatif terjadi pada seluruh komponen, yakni konsumsi rumah tangga -5,5%, investasi -8,6%, pengeluaran pemerintah -6,9%, kinerja perdagangan interasional juga mencatat pertumbuhan negatif bahkan 20 digit, ekspor -11,7%, impor -17%.

“Pertumbuhan ekonomi ditahun 2020 masih dipenuhi ketidak pastian. Proyeksi pertumbuhan Indonesia juga sejalan dengan proyeksi pertumbuhan pada tahun ini,” lanjut Febrio

Febrio mengatakan, International Monetary Fund (IMF) baru saja merilis laporan analisis terbarunya, memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh pada kisaran -1,5% pada tahun 2020. Sementara lembaga internasional lain seperti ASIAN Develompment Bank (ABD) -1%, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) -3,3%, Bank dunia pada rentan -2 sampai -1,6%. Proyeksi Lembaga-lembaga internasional ini senada dengan perkiraan pemerintah yang memproyeksikan pada tahun ini pertumbuhan ekonomi nasional akan terkontraksi pada angka sekitar -1,7 sampai -0,6.

“Menghadapi pandemi Covid-19 yang telah membawa dampak negatif bagi kesehatan termasuk keselamatan jiwa, sosial, dan ekonomi masyarakat,  maka diperlukan langkah-langkah yang bersifat ekstraordinary. Pemerintah berkomitmen untuk mengambil kebijakan yang fokus untuk pada penanganan kesehatan masyarakat, menjaga daya beli masyarakat, dan mencegah kebangkrutan dunia usaha karena dampak Covid-19,” kata Febrio

Langkah awal kebijakan ekstraordinary telah diambil pemerintah melalui refocusing dan realokasi anggaran untuk menstimulasi perekonomian. Stimulus ekonomi pertama sebesar Rp8,5 triliun diluncurkan pada awal Februari 2020, lalu pada awal bulan Maret pemerintah memberikan stimulus kedua sebesar Rp22,5 triliun. Dampak luar bisa dari pandemi Covid-19 ternyata menuntut respon kebijakan yang jauh lebih besar melalui Peraturan Pemerintah Pengatur Undang-undang (PERPU) 1 2020.

Dalam rangka mendukung akselrasi pemulihan sosial dan ekonomi, dilakukan reformasi belanja negara dalam rangka penyehatan phsycal sekaligus penguatan efektivitas belanja. Kebijakan countercyclical yang ekspansi ini kembali diambil pemerintah dalam penyusunan APBN 2021 terutama dilakukan sebagai faktor pendorong untuk meningkatkan aktifitas perekonomian untuk dapat tumbuh lebih tinggi. Sehingga pada tahun 2021 defisit diperkirakan mencapai -5,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini disesuaikan dengan kebijakan anggaran yang bersifat konsolidatif yaitu menuju defisit kearah -3% ditahun 2023.

Menurut data yang ditampilkan oleh Febrio posisi indeks Is of doing Business Indonesia telah meningkat dari 120 ditahun 2015 menjadi 73 ditahun 2020. Peringkat yang paling signifikan meningkat ditahun 2015-2018, pada saat itu pemerintah melakukan berbagai terobosan yang bertujuan untuk meningkatkan iklim bisnis dalam rangka paket kebijakan ekonomi. Adapun paket kebijakan ekonomi ini antara lain penyederhanaan  izin usaha, insentif physical untuk beberapak sektor, dan dukungan untuk ekonomi digital untuk memacu kegiatan investasi di Indonesia.

“Dalam laporan Is of Doing Business 2020 indonesia dinilai mengalami perbaikan kemudahan bersaha didalam 5 area. Starting a business didukung peluncuran platform online untuk perijinan usaha, aspek Getting Electricity terjadi peningkatan yang didukung oleh peningkaan pasokan listrik dan kapasitas, Trading Across Boarders didukung oleh sistem online pengurusan deklarasi Bea Cukai  untuk ekspor,” ungkap Febrio.

Namun Febrio mengatakan peringkat Indonesia belum optimal, posisi Is of Doing Indonesia mengalami stagnasi dalam 2 tahun terakhir. Pemerintah sadar bahwa perlunya upaya percepatan perbaikan atas indikator-indikator lain yang masih tertinggal yang dapat memperbaiki iklim investasi nasional. Hal ini juga memiliki peranan penting dalam mendorong  pemulihan Indonesia sekaligus melanjutkan upaya reformasi struktural yang sudah berjalan selama 5 tahun terakhir. Kesadaran ini terus dibentuk dan diinternalisasi untuk kemudian diterjemahkan  dalam kebijakan Forward Looking. Sejalan dengan ini APBD 2021 ditujukan untuk pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi struktural.

“Dengan kombinasi penanggulangan Covid-19 serta kebijakan belanja 2021 yang difokuskan untuk meningkatkan daya saing Indonesia melalui Pendidikan, infastruktur, Information Tecnology (IT), dan ketahanan pangan, Pemerintah yakin bahwa perekonomia Indonesia dapat kembali kejalur menuju Indonesia Emas ditahun 2045,” tutup Febrio.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!