BANGKOK, MENARA62.COM – Kelompok Kerja Pengembangan Sumber Daya Manusia atau Human Resources Development Working Group (HRDWG) dalam forum kerja sama Asia-Pacific for Economic Cooperation (APEC) terus berkomitmen untuk memulihkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kawasan Asia Pasifik. Komitmen ini tertuang dalam pertemuan tahunan ke-47 APEC HRDWG yang dilaksanakan secara hibrida pada tanggal 9-12 Mei 2022, di Bangkok, Thailand.
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, sebagai focal point APEC HRDWG Indonesia, ikut hadir dan berperan aktif bersama 20 anggota ekonomi APEC lainnya.
Pada keketuan tahun ini, dalam bidang pendidikan, Thailand mengambil tema “Shaping Smart Citizens with Digitalization and Eco-Friendly Awareness”. Tema tersebut sejalan dengan amanat dari para pemimpin APEC melalui APEC Bogor Goals, APEC Putrajaya Vision 2040, dan Aotearoa Plan of Action.
Selain itu, tema ini diusung untuk mendukung tema besar APEC 2022, yakni “Open, Connect, Balance” Melalui tema tersebut para anggota ekonomi didorong untuk memetakan potensi masa depan pascacovid-19. Saat ini APEC sedang terus bergerak untuk bangkit dari krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi sehingga APEC perlu menggagas dan mewujudkan pertumbuhan jangka panjang yang tangguh, inklusif, seimbang, dan berkelanjutan untuk kawasan Asia Pasifik.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, memberikan pernyataan resmi melalui video yang ditayangkan dalam forum tersebut bersama beberapa para Menteri Pendidikan anggota ekonomi APEC. “Pertemuan kali ini sangat berperan penting untuk mendukung upaya kita bersama dalam memulihkan pembelajaran dan reimagine masa depan kita pasca Covid-19,” ujar Nadiem.
Dalam video tersebut Nadiem menyampaikan pula bahwa bulan Mei ini merupakan bulan yang istimewa untuk Indonesia karena Indonesia sedang merayakan hari pendidikan nasional. “Tahun ini juga menjadi tahun ketiga Indonesia mengimplementasikan Merdeka Belajar, inisiatif yang mendorong reformasi kebijakan pendidikan bagi berbagai pemangku kepentingan utama pendidikan: guru dan murid,” jelas Nadiem.
Nadiem melanjutkan bahwa Merdeka Belajar bertujuan untuk memerdekakan pembelajaran anak-anak Indonesia. Selama ini, kata dia, pembelajaran terlalu berorientasi pada hafalan dan kurikulum mulai tertinggal dari kemajuan abad 21. “Kita juga memerdekakan guru-guru dari beban administratif yang berlebihan, terbatasnya kesempatan pengembangan diri, dan dari kurikulum yang terlalu rinci, yang menghalangi kreatifitas dan talenta guru,” jelas Nadiem.
Salah satu inisiatif kebijakan Merdeka Belajar adalah Kurikulum Merdeka. Implementasi Kurikulum Merdeka juga didukung dengan hadirnya Platform Merdeka Mengajar yang dapat membantu guru memahami, mengembangkan diri, dan berbagi pengalaman Kurikulum Merdeka.
“Guru-guru kami sekarang memiliki otonomi lebih dalam mengatur pembelajaran di ruang kelas dalam mendukung capaian pembelajaran muridnya masing-masing. Gurulah yang paling memahami bagaimana murid-murid mereka. Selain itu, murid diberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan berfokus pada kemampuan esensial untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila dan sukses menjalani kehidupan di abad 21 ini,” kata Nadiem.
Nadiem mengatakan, dirinya percaya bahwa pendidikan yang memerdekakan adalah cara untuk memulihkan pembelajaran dan juga reimagine pendidikan yang kuat dan membebaskan potensi sejati guru dan siswa. “Inilah cara untuk merebut kembali impian kita akan masa depan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Kita bersama dapat mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan untuk semua anak-anak di kawasan dan juga seluruh dunia,” tutup Nadiem.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan Thailand, Treenuch Thienthong ketika mengawali pembukaan forum, menegaskan bahwa pendidikan yang inklusif dan berkualitas, pendidikan yang memerdekakan yang membantu mengembangkan kemampuan esensial, seperti kemampuan untuk belajar kritis dan inovatif, intra dan interpersonal, kewarganegaraan global, dan literasi media dan informasi menjadi kunci sukses di dalam menjalani abad 21. “Kami ingin membangun masyarakat APEC menjadi warga negara pintar (smart citizens), yang berperan sebagai kunci dan motor penggerak pembangunan APEC,” urai Treenuch.
APEC melaksanakan pengembangan sumber daya melalui tiga jaringan kuncinya, yakni Capacity Building Network (CBN), Education Network (EDNET), dan Labour and Social Protection Networks (LSPN). EDNET sebagai jaringan pendidikan pada pertemuan tahunannya yang ke-39 ini berfokus pada pembahasan bertema “Quality Education for Sustainable Growth in APEC Members” Thailand, Australia, Cina, Indonesia, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Rusia, dan Singapura menyampaikan komitmen kebijakan dan praktik baik di ekonomi masing-masing.
Kepala BSKAP, Anindito Aditomo, dalam dialog tersebut menjelaskan area kunci reformasi pendidikan di Indonesia dan berbagi praktik baik dalam peningkatan kualitas pendidikan yang berkelanjutan. “Selain Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, kami juga baru saja meluncurkan Rapor Pendidikan yang dapat membantu sekolah dan pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan berbasis data untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing,” papar Anindito.
Sementara itu, Thailand menyampaikan tentang tantangan global pendidikan seperti kesenjangan kualitas dan akses pembelajaran, krisis dan perubahan iklim juga sosial, serta dampak buruk dari perkembangan teknologi. Thailand mengatakan bahwa berbagai tantangan tersebut dapat kita tangani bersama melalui kolaborasi dan partisipasi yang kohesif sebagaimana hal ini sejalan dengan APEC Education Strategy 2030.
Australia pada kesempatan tersebut menyampaikan perhatian dan inisiatif mereka dalam menanggulangi krisis pembelajaran akibat pandemi dan menekankan peran micro-credentials dalam mengakselerasi pendidikan tinggi. Sedangkan, Singapura, Cina, Selandia Baru, dan Rusia menjelaskan tentang keadilan, inklusifitas, digitalisasi pendidikan, keterampilan hijau/lingkungan (green skills), kecakapan abad 21, dan kewarganegaraan global.
Sementara itu, Korea berbagi tentang inisiatif mereka dalam mempersempit kesenjangan digital melalui praktik dan kebijakan e-learning untuk kawasan Asia Pasifik. Malaysia memaparkan tentang revitalisasi pendidikan mereka melalui inovasi media dan penguatan komunitas guru.
Selain anggota-anggota ekonomi APEC, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO), ASEAN University Network (AUN), dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ikut berbagi gagasan mereka tentang proyeksi masa depan pendidikan dan potensi-potensi kerja sama dengan APEC dalam bidang pendidikan. Tantangan pendidikan seperti kesenjangan akses dan kualitas pembelajaran yang kemudian diperparah oleh pandemi nyatanya bukan hanya tantangan yang menghadang Indonesia, namun juga di anggota ekonomi APEC dan wilayah perbatasan.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan upaya bersama (public endeavour). Berbagai pihak harus saling bahu-membahu untuk mewujudkan pemulihan pembelajaran pasca pandemi dan meningkatkan kualitas pendidikan untuk semua.