JAKARTA, MENARA62.COM – Indonesia terpilih menjadi anggota Executive Member Council Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) of UNESCO untuk periode 2017-2019. Sebagai tindaklanjutnya, Kepala BPPT, Hammam Riza, memimpin delegasi Indonesia hadir dalam pertemuan ke 25 International Oceanographic Data and Information Exchange, (IODE) di Tokyo, 18-22 February 2019.
“Atas keanggotaan tersebut, pemerintah dituntut mengupayakan peningkatan tata kelola, sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, serta program riset kelautan straregis,” kata Hammam dalam siaran persnya, Senin (18/2/2019).
Diutarakan Hammam bahwa Indonesia perlu memiliki Indonesian Ocean Data Center, yang nantinya menjadi bagian dari kontribusi Indonesia dalam IODE (International Oceanographic Data and Information Exchange).
“Jadi tujuan penting dari adanya pertemuan ini namanya IODE ke 25, salah satu tujuannya ada ya untuk mendorong pembangunan kapasitas dan literasi kelautan bagi para perekayasa dan peneliti. Khususnya dalam membangun adanya sebuah pusat data oseanografi,” jelasnya.
Sebagai koordinator nasional (National Coordinator) IOC/UNESCO dan IODE untuk Indonesia, Hammam mengutarakan BPPT akan membangun Indonesia National Oceanographic Data Center (I-NODC) bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Ristek Dikti, BMKG, LIPI, BIG dan kementerian terkait lainnya.
Salah satu usulan program unggulan atau flagship BPPT dalam pertemuan ini diungkap Hammam adalah teknologi multi hazard early warning system (MHEWS) termasuk bencana di laut (ocean hazard), yakni meliputi pembangunan Buoy dan Cable Based Tsunameter (CBT) atau kabel bawah laut.
“Pembangunan Buoy dan CBT adalah contoh bagaimana membangun program yang menjadi flagship di bidang Ocean Data Center. Flagship BPPT harus ada impact bagi masyarakat (society) melalui pemanfaatan teknologi reduksi dan risiko kebencanaan, blue economy dan lainnya,” terangnya.
Pada kesempatan ini Hammam juga memaparkan bahwa program Buoy serta riset kelautan lainnya bisa didorong dan ditingkatkan melalui Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) dan strategi besar riset kelautan nasional yang sedang disusun bersama oleh para pemangku kepentingan strategis.
“Ini tepat untuk konsep agar data Buoy diproses cepat dan realtime agar peringatan dini tsunami bisa efektif untuk evakuasi masyarakat. Selain itu upaya peningkatan tata kelola, sarana dan prasarana iptek kelautan serta program riset kelautan strategis, jelas akan membuka peluang semakin lebar dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” tegasnya.
Lebih lanjut pada pertemuan inipun diurai oleh Hammam dilakukan pembahasan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) atau sustainable development goals (SDGs) butir 14 dalam bentuk riil yang bisa diterima oleh masyarakat luas.
TPB atau SDGs butir 14 tersebut adalah tentang perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan.
“Masyarakat dunia menilai begitu pentingnya implementasi SDGs 14 untuk kelautan dan perikanan. Kami tentu siap mendukung pemerintah untuk melakukan hal konkrit, khususnya dalam hal penerapan teknologi, khususnya kesehatan laut (ocean health index) dan perikanan rakyat,” katanya.
Sebagai informasi Indonesia terpilih menjadi anggota Dewan Eksekutif Intergovernmental Oceanographic Commission Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (IOC/UNESCO) pada the 29th IOC UNESCO Assembly Meeting di Markas Besar UNESCO, Paris, 2017 lalu. Dewan Eksekutif IOC UNESCO mewakili 334 negara di Asia Pasifik. Posisi Dewan Eksekutif ini disandang Indonesia bersama Australia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Pakistan, Thailand, dan Tiongkok.