28.8 C
Jakarta

Industri Manufaktur Perlu Ciptakan Inovasi Produk Baru

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro meminta perusahaan manufaktur tidak cepat puas dengan hanya memiliki pabrik. Karena itu industri manufaktur dan perusahaan di Indonesia perlu rutin menciptakan inovasi produk baru melalui penelitian dan pengembangan (research and development).

“Kita sering menganggap kalau kita sudah punya pabrik yang bisa membuat sesuatu; membuat mobil, sepatu, elektronik, segala macam; kita merasa sudah terindustrialisasi, sudah menjadi negara industri padahal belum, karena penciptaan nilai tambah terbesar bukan di situ,” ungkap Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro saat Peluncuran Buku Leaders of a New Planet dari Daya Lima di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta pada Jumat (8/11).

Menristek/Kepala BRIN mengungkapkan keunggulan perusahaan manufaktur dan pabrik terletak pada menciptakan nilai tambah, bukan pada memproduksi barang.

“Penciptaan nilai tambah yang terbesar adalah pada produk baru. Research and development yang mengarah pada produk baru itu adalah pencipta nilai tambah terbesar. Perkiraannya 70 persen nilai tambah manufaktur ada di situ. Yang namanya proses produksi itu hanya 20 persen. Yang 10 persen di marketing dan distribusi,” ungkap Bambang Brodjonegoro.

Menristek/Kepala BRIN mengungkapkan semua negara maju selalu memiliki sektor manufaktur yang tidak lelah mengeluarkan modal untuk mengembangkan produk baru.

“Kenapa negara seperti Amerika, belakangan Jepang dan Korea menjadi negara industri yang maju, karena mereka bermain di 70 persen. Mereka merasa bahwa revolusi industri ini tidak cukup dimaknai hanya yang 20 persen, yang hanya bisa memproduksi. Mereka sudah maju selangkah pada ‘product development’, pada pengembangan produk,” ungkap Bambang Brodjonegoro.

Pemerintah mendorong sektor manufaktur di Indonesia untuk terus berinovasi dan menciptakan produk baru melalui dua langkah, yaitu insentif berupa ‘tax deduction’ atau pemotongan pajak hingga 300 persen dan kesempatan ‘networking’ antara industri dengan peneliti dan inovator.

Menristek/Kepala BRIN juga akan memfasilitasi bertemunya industri dengan peneliti dan inovator (Academician, Business, and Government), karena saat Indonesia sudah terdepan dalam paten di Asia Tenggara, banyak paten tersebut belum terserap oleh industri karena industri tidak mengikuti perkembangan paten inovatif tersebut.

“Penelitinya kadang terlalu fokus dengan bidangnya, sehingga masih jauh untuk berpikir hasil risetnya ini nanti menjadi apa. Kadang mereka masih belum bisa membayangkan. Kita harus ciptakan komunikasi, makanya ‘networking’ ini penting. Salah satunya ‘networking’ antara inovator dan peneliti dengan dunia usaha dan itu memang pemerintah yang harus fasilitasi,” ungkap Menristek/Kepala BRIN.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!