KENDARI, MENARA62.COM—Kebijakan pemerintah yang mengharuskan pengolahan dan pemurnian barang tambang sebelum diekspor mengerek investasi asing di industri smelter dalam negeri sebesar Rp20 triliun.
Hal itu dikemukakan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, IG Putu Suryawiran, pada diskusi tentang ketenagakerjaan sektor smelter, di Kendari, Sulawesi Tenggara, hari ini.
“Kami berharap industri smelter bisa meningkatkan kontribusi (sektor industri) terhadap PDB,” katanya sebagaimana dikutip Antara. Investasi dan industri smelter terus tumbuh sejak 2012.
Menurut dia, setelah krisis ekonomi 1998 kontribusi industri terhadap PDB mengalami penurunan. “Sebelum krisis kontribusi industri terhadap PDB mencapai sekitar 30 persen, sekarang kurang dari 30 persen,” ujar dia.
Oleh karena itu ia sangat berharap realisasi dan operasi industri smelter yang banyak tersebar di daerah penghasil tambang, termasuk di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, bisa berjalan lancar, tidak diganggu isu penggunaan tenaga kerja asing, terutama dari Tiongkok.
“Penggunaan tenaga kerja asing merupakan konsekuensi logis dari itu (pengembangan industri smelter),” kata Putu.
Ia mengatakan sejauh ini Indonesia belum punya atau masih prematur dalam teknologi pengembangan industri smelter, sehingga masih tergantung pada tenaga kerja asing.
Ia mencontohkan dalam pekerjaan pemasangan mesin dan batu bata tungku pemanas tahan api untuk proses pengolahan dan pemurnian hasil tambang pada smelter masih memerlukab keahlian khusus sehingga dibutuhkan tenaga kerja asing yang ahli di bidang tersebut.
“Keberadaan tenaga kerja asing itu bersifat temporer, paling dua bulan, tergantung perkembangan proyek,” ujar Putu. Ia menyayangkan isu pengunaan tenaga kerja asing terutama dari Tiongkok yang dikesankan buruh kasar, padahal mereka tenaga ahli meskipun sekedar memasang batu bata tungku.
“Memasang batu bata tahan api untuk tungku (smelter) itu tidak bisa semua orang pasang,” katanya.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan, Rachmawati Yauniar, mengatakan sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, penggunaan tenaga kerja asing hanya untuk tenaga-tenaga ahli atau profesional dan manajerial. “Tidak pernah beri izin untuk tenaga kerja kasar,” katanya.