JAKARTA, MENARA62.COM – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melakukan analisa terhadap penyebab banjir bandang yang menerjang tiga distrik di Jayapura, Papua. Analisa dilakukan menggunakan data satelit penginderaan jauh multiyear dan kondisi cuaca.
Hasil analisa menunjukkan ada 3 hal yang menyebabkan banjir, yaitu curah hujan yang besar, morfologi dan bentuk daerah aliran sungai (DAS) yang curam dan ada indikasi kerusakan lahan dalam bentuk pembukaan lahan di berapa tempat di daerah aliran sungainya.
“Hasil analisa satelit cuaca himawari-8 pada tanggal 16 dan 17 Maret 2019 bahwa curah hujan yang diestimasi lebih dari 50 mm dan curah hujan ini cukup untuk menyebabkan banjir di suatu tempat,” kata Kepala Humas LAPAN Ir Jasyanto dalam siaran persnya, Jumat (22/3).
Faktor kedua adalah morfologi DAS sangat curam. Kondisi ini menyebabkan air yang mengalir akan deras jika terjadi hujan. Jika wilayah ini tidak ditumbuhi hutan lebat maka aliran sungainya akan semakin deras.
Dan penyebab ketiga adanya pembukaan lahan (poligon merah dalam gambar) akan mempengaruhi banjir bandang semakin deras dan melanda pemukiman yang berada di lereng daerah aliran sungai. Ada indikasi juga bahwa masih terlihat batang-batang pohon yang tumbang di beberapa air menampung air hujan seperti bendungan dan lama kelamaan tekanan air akan menjebol batang pohon dan air akan menggelontor dengan derasnya, menyebabkan banjir bandang.
Sebagai antisipasi di masa mendatang, menurut Jasyanto, pemantauan perubahan penutup lahan perlu dilakukan dengan komprehensif, pemetaan tipe morfologi DAS sungai juga perlu dilakukan, agar dapat memberikan peringatan dini bahaya bencana banjir dan longsor.
“LAPAN sedang mengembangkan Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN) yang dapat digunakan untuk memantau kondisi permukaan bumi Indonesia berbasis data satelit penginderaan jauh,” jelasnya.
Saat ini sudah tersedia di android dengan nama SIPANDORA (Sistem Pemantauan Bumi Nasional berbasis Android). Saat ini masih dalam pengembangan dan jika nanti sudah terbangun maka platform ini bisa membantu pemantauan kondisi permukaan bumi Indonesia.
Data menunjukkan hingga kini, banjir di Sentani, Waibu, dan Sentani Barat telah mengakibatkan 104 orang meninggal dunia, 93 jiwa dilaporkan hilang dan lebih dari 150 orang luka berat maupun ringan.