JAKARTA, MENARA62.COM – Defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan dalam 3 tahun beroperasi sebenarnya sudah diprediksi sejak awal. Karena iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) belum sesuai dengan harga keekonomian penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
“Sepanjang nilai premi iuran tidak memenuhi harga keekonomian, tentu defisit ini tidak bisa dihindari,” kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo di sela Workshop Sinkronisasi Regulasi Program Jaminan Sosial Bagi Pekerja yang Bekerja Pada Penyelenggara Negara, Kamis (30/11/2017).
Karena itu pemerintah bersama DJSN dan BPJS Kesehatan terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi defisit tersebut. Tujuannya agar program JKN ini terus berkesinambungan dalam rangka memenuhi hak konstitusi penduduk dalam hal perlindungan kesehatan.
Seminggu lalu diakui Sigit, pemerintah telah mengeluarkan instruksi Presiden nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN. Dalam hal ini Presiden menginstruksikan Kementerian/Lembaga terkait untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya, dalam rangka menjamin keberlangsungan program JKN serta meningkatkan pelayanan bagi peserta.
Seiring dengan itu, DJSN telah memformulasikan beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran JKN tanpa mengurangi kualitas pelayanan peserta serta berpegang pada prinsip-prinsip SJSN sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN dan UU BPJS.
Adapun tiga solusi yang diusulkan DJSN meliputi tiga langkah penting. Tahap pertama, pemerintah bisa melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan BPJS Kesehatan.
Tindakan khusus ini jelas Zaenal Abidin, anggota DJSN, dilakukan melalui pemberian suntikan dana tambhan sebagaimana diatur dalam pasal 38 ayat (2) huruf b PP 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
“Upaya lain yang dilakukan adalah pemberian dana talangan dari aset BPJS Kesehatan sebagaimana diatur dalam pasal 39,” jelas Zaenal.
Langkah kedua, agar pemberian suntikan dana tambahan dan pemberian dana talangan tidak terulang secara terus menerus, perlu dilakukan upaya jangka menengah yaitu yang memungkinkan dapat mengendalikan defisit JKN dalam jangka 1 atau 2 tahun ke depan. Beberapa kemungkinan tersebut adalah meninjau ulang sistem pembayaran dana kapitasi kepada FKTP milik pemerintah yaitu Puskesmas. Mengingat Puskesmas sudah mendapatkan biaya dari APBN maupun APBD.
“Tidak fair jika mendapatkan dana kapitasi melalui sistem yang sama dengan FKTP swasta,” lanjutnya.
Sistem ini diakui mampu menghemat keuangan BPJS Kesehatan dalam jumlah yang sangat signifikan.
Kemudian perlu dilakukan efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan. DJSN telah melakukan analisis terhadap RKAT BPJS Kesehatan melalui beberapa pendekatan untuk mengetahui tambahan dana operasional BPJS Kesehatan yang rasional, dikaitkan dengan peningkatan jumlah peserta dan peningkatan penerimaan iur.
Lalu, diusulkan pula perhitungan keseimbangan antara iuran dan manfaat, pengalihan sebagian dana infrastruktur yang bersifat fisik menjadi infrastruktur non fisik berupa peningkatan SDM Kesehatan di FKTP. Hal ini untuk menekan angka rujukan sehingga fungsi FKTP sebagai gatekeeper dapat berjalan efektif.
Tahap ketiga adalah merumuskan ulang sistem penyelenggaraan JKN secara keseluruhan mulai dari penghitungan iuran, peningkatan kolektibilitas iuran, sistem pembayaran, sistem rujukan, efektivitas program rujuk balik, strategic purchasing, penetapan batas atas upah sebagai dasar perhitungan iuran, tata kelola obat dan lainnya.