SOLO, MENARA62.COM – Kebutuhan layanan fisioterapi di Indonesia semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemulihan dan perawatan fisik. Namun, akses terhadap layanan ini masih terbatas, terutama di wilayah pedesaan.
Melihat fenomena tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggagas inovasi aplikasi fisioterapi digital bernama Physio Connect : Smart and Intelligent of Self Care and Clinical Treatment, yang berhasil meraih medali perak dalam ajang internasional Indonesia Inventors Day (IID) 2025. Dalam ajang tersebut, Physio Connect sukses mengungguli ratusan karya inovatif lainnya dan menyabet penghargaan medali perak.
Inovasi ini merupakan hasil karya Tim Physio Connect yang beranggotakan mahasiswa dari Program Studi Fisioterapi dan Bisnis Digital UMS. Mereka adalah Urip Pamungkas Jati Dharma selaku ketua tim, serta anggota Hafidh Erli Nurdin Pratama, Meitha Wila Roseyani, Yudha Wirajati, Shandhi Putri Wahyu Sartika, Nabil Oktora Ramadhan, dan Jafar Annashirudin. Tim ini dibimbing oleh dosen pendamping Arif Pristianto, SST.FT., Ftr., M.Fis.
“Awalnya saya dan dua teman hanya ikut lomba-lomba nasional, kemudian menang, dan dari situ Pak Arif memberi ide, bagaimana kalau dikembangkan ke tingkat internasional,” ungkap Urip Pamungkas, saat ditemui pada Selasa (7/10).
Urip menceritakan bahwa proyek ini bermula dari kolaborasi lima mahasiswa Fisioterapi yang kemudian berkolaborasi dengan dua mahasiswa Bisnis Digital. “Karena aplikasinya berbasis digital, kami butuh rekan yang paham di bidang itu. Akhirnya kami gandeng teman dari Bisnis Digital untuk bantu dari sisi teknis dan bisnisnya,” tambahnya.
Gagasan utama pengembangan Physio Connect berangkat dari kesenjangan akses layanan fisioterapi antara kota dan desa. “Banyak masyarakat di daerah yang kesulitan mengakses layanan fisioterapi. Sementara kebutuhan layanan fisioterapi kian meningkat, layanan yang ada saat ini justru masih terpusat di perkotaan. Dari situ kami ingin menghadirkan solusi berbasis teknologi,” jelas Urip.
Aplikasi Physio Connect memiliki berbagai fitur unggulan, salah satunya Journal Link, yang memungkinkan pengguna maupun terapis mengakses jurnal ilmiah berbasis bukti (evidence-based physiotherapy). “Kami ingin menjembatani kebutuhan akan literasi ilmiah dalam praktik fisioterapi,” terang Urip.
Selain itu, terdapat fitur Exercise Fit, yang membantu pengguna mengikuti program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. “Fitur ini memungkinkan pengguna mengetahui intensitas, repetisi, hingga cara melakukan latihan yang benar. Semua terintegrasi dengan referensi jurnal ilmiah agar program latihan kredibel,” tambahnya.
Inovasi lain yang dihadirkan adalah Telephysio, layanan konsultasi jarak jauh antara pasien dan fisioterapis. “Biasanya konsultasi harus datang langsung, tapi dengan Telephysio, pasien yang memiliki kendala saat ingin melakukan konsultasi kepada fisioterapis tetap bisa berkonsultasi secara daring,” tutur Urip.
Fitur lainnya yang tak kalah menarik adalah Near Therapy, yang berfungsi seperti peta digital untuk mencari klinik fisioterapi terdekat. Ada pula Posture IQ, fitur yang memungkinkan pengguna memeriksa postur tubuh secara mandiri hanya dengan mengambil foto. “Dari hasil foto itu bisa muncul analisis postur tubuh dan rekomendasi latihan untuk memperbaikinya,” jelasnya.
Pengembangan Physio Connect dilakukan selama kurang lebih empat bulan menjelang kompetisi. “Kami mulai dari semester empat, dan proses development aplikasinya sekitar tiga sampai empat bulan sebelum lomba,” ujar Urip.
Menghadapi kompetisi berskala internasional, Urip mengakui timnya menghadapi tantangan besar. “Pesaingnya dari berbagai negara, bahkan ada dari Korea yang teknologinya lebih maju. Tapi kami jadikan itu motivasi agar tetap percaya diri dan menunjukkan bahwa ide dari mahasiswa Indonesia juga punya potensi besar,” ujarnya penuh semangat.
Bagi Urip, pengalaman mengikuti lomba internasional adalah kenangan berharga. “Ini pertama kalinya saya ikut lomba internasional, dan dipertemukan dengan tim yang luar biasa. Perjuangan bersama mereka menjadi pengalaman terbaik selama kuliah,” ungkapnya.
Setelah menorehkan prestasi tersebut, Tim Physio Connect berencana melanjutkan pengembangan aplikasi dan mengikuti kompetisi lain. “Kami tidak ingin berhenti di satu pencapaian. Harapannya, inovasi ini bisa terus dikembangkan agar layanan fisioterapi di Indonesia semakin maju dan mudah diakses,” kata Urip.
Menutup wawancara, Urip berpesan kepada mahasiswa lain untuk berani keluar dari zona nyaman. “Jangan takut mencoba hal baru. Ketakutan itu jadikan motivasi. Kita mungkin merasa tim lain lebih unggul, tapi yakinlah setiap usaha punya hasil. Fokus saja pada tujuan dan nikmati prosesnya,” pungkas mahasiswa berprestasi itu dengan senyum penuh optimisme. (*)
