War agains teror, yang didegungkan oleh Amerika Serikat pasca peristiwa yang dinamakan teror 911, tampak gemanya belum berhenti. Yang menyedihkan, di Indonesia, perang melawan teror itu, terus bergulir, dan musuhnya pun menjadi amat beragam, namun tetap dengan varian mata panah tertuju pada Islam.
Padahal, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang terorisme. Fatwa MUI no:3/2004 tentang terorisme menyebutkan, terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban, yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif).
Kerancuan
Kerancuan dan kekacauan atas pemahaman tentang terorisme, di Indonesia terjadi dalam spektrum yang cukup lebar. Jika kerancuan itu dilakukan oleh masyarakat awam, maka bisa dimaklumi. Namun, jika kerancuan yang dilakukan oleh aparat keamanan, pejabat negara atau pun pemerintah, maka akan dapat menambah keruwetan dari pemahaman tentang terorisme.
Mejelang pilkada serentak di sejumlah daerah di Indonesia, isu terorisme, tampaknya masih terus menjadi komoditas yang terus digulirkan. Kekhawatiran pada ancaman terorisme yang nyata, terus dihidupkan agar masyarakat sadar akan ancaman pada kemanusiaan itu. Peringatan pada ancaman terorisme itu, tidak hanya digulirkan oleh aparat keamanan, tetapi juga pejabat pemerintahan yang memanfaatkan berbagai momentum.
Menjelang pilkada serentak di sejumlah daerah di Indonesia pun, terorisme seolah menjelma menjadi ancaman yang terus diwaspadai. Bentuk ancaman teror pun amat beragam. Salah satunya diungkapkan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Tri Rismaharini saat berbicara dihadapan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Surabaya, Ahad (11/2/2018). Ia mengajak organisasi pemuda di bahwa Nahdlatul Ulama itu, untuk menangkal radikalisme dengan cara ikut menjaga masjid atau mushala di Kota Pahlawan.
“Ansor, tolong ditangani soal masjid dan mushala agar tidak dimasuki kelompok radikal yang merasa paling benar. Padahal mereka tidak pernah berjuang,” kata Risma saat memberikan sambutan di acara Rakercab 1 Ansor Surabaya di Surabaya, seperti dilansir Antara.
Risma juga memberikan contoh radikalisme yang terjadi di Kecamatan Tegalsari, Surabaya beberapa waktu lalu. Pada saat itu, Risma mengetahui sendiri pada waktu ikut melayat di tempat anak buahnya.
“Ternyata ada orang yang mengurus jenazah, kemudian melarang orang tuanya melihat jenazah anaknya sendiri. Ini kan aneh,” kata Risma.
Menurut dia, banyak upaya yang ingin memecah belah umat Islam dengan cara-cara seperti itu. Untuk itu, Risma juga berpesan agar Ansor dan Banser di Surabaya jangan rendah diri dan siap menangkal segala bentuk radikalisme.