JAKARTA, MENARA62.COM — Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 156 Tahun 2018 terkait simplikasi cukai tembakau tentu berimplikasi pada nasib masyarakat secara umum. Diantaranya, nasib petani tembakau dan industri rokok nasional.
Ini terungkap dalam Ngaji Ekonomi yang digelar Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan (AD), melalui Center of Human and Economic Development (CHED) ITB-AD, yang merupakan pusat studi dengan program salah satunya yakni Ahmad Dahlan Tobacco Control (ADTC) pada Selasa (26/2/2019) di Kampus Ciputat.
Mukhaer Pakkanna, Rektor ITB-AD dalam sambutannya mengatakan, “Hadirnya PMK 156/2018 yangg diandatangani tanggal 12 Desember 2018, kental aroma politiknya. PMK 156/2018 yang menggantikan PMK 146/2017, sangat memberi tempat kepada petani tembakau dan industri kretek. Padahal petani tembakau sangat terbatas dan industri rokok sendiri dimilki pengusaha besar. Sementara, prevelensi merokok masyarakat terutama pada anak-anak dan masyarakat miskin jauh lebih besar dibandingkan pendapatan cukai yg diberikan ke negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mukhaer menegaskan, “Dibalik keuntungan industri rokok di Indonesia, ada transaksi ekonomi politik yang terjadi.”
Abdillah Ahsan, narasumber dalam diskusi ini menjelaskan, sebenarnya win win solution untuk pemerintah adalah tetap melanjutkan PMK 146 tahun 2017, dan tidak perlu adanya perubahan regulasi atas cukai dan simplifikasi produk tembakau.
Sementara Roosita MD, kepala Program ADTC dan juga Kepala CHED ITB-AD menjelaskan, “Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mengkaji perubahan aturan cukai dan layer rokok terbaru melalui PMK 156/2018 dengan pendekatan ekonomi dan dampaknya terhadap masyarakat umum dan para pemangku kebijakan di dalamnya.”
Kemudian, Roosita juga mengungkapkan, “Ke depan, melalui CHED ITB-AD ini, banyak kajian-kajian berkenaan dengan ekonomi yang akan dilaksanakan, khususnya isu ekonomi yang berdampak langsung terhadap masyarakat.”