28.8 C
Jakarta

Jaga Anak-Anak Kita dari Kekerasan di Dunia Maya

Baca Juga:

Hari ini Direktur Siber Mabes Polri merelease pelaku “grooming” di dunia maya yang telah mengumpulkan 1307 video dan foto anak hasil bujuk rayunya melalui media sosial. Pelaku TR usia 25 tahun saat ini sebenarnya sedang menjalani hukuman di sebuah lapas di Jawa Timur akibat tindak pidana pencabulan kepada anak tetangganya dengan hukuman 7 tahun 6 bulan. Namun ternyata pelaku masih melanjutkan tindak pidananya melalui dunia maya di Lapas.

Pelaku mengambil foto guru-guru untuk dijadikan profil pada akun instagram “palsu” yang dibuatnya. Ia pun memfollow murid-murid dari guru tersebut untuk dijadikan teman di platform tersebut. Jika anak langsung follow back maka ada indikasi anak tersebut merupakan anak yang penurut. “Guru” ini pun akan membuat pesan pribadi untuk meminta nomer HP dan melanjutkan berkomunikasi via whatsapp. ‘Guru’ pun meminta muridnya untuk mengirim foto/video yang kelihatan bagian tubuh hingga alat vital atau bahkan melukai organ vital dirinya dengan bujukan dan rayuan akan diberi nilai yang bagus. Jika tidak mau, maka anak diancam tidak naik kelas. Sebagian besar anak tidak merasa bahwa hal tersebut adalah kejahatan seksual melalui dunia maya terhadap anak.

“Saya mendapatkan laporan kasus tersebut pertengahan tahun 2018 dari dua propinsi berbeda dengan pelapor yang tidak saling kenal. Laporan tersebut intinya penyalahgunaan foto guru untuk menipu dengan dugaan pornografi. Lalu laporan ke KPAI ini saya teruskan ke Direktur Siber Mabes Polri. Saya tidak menyangka jika kasus ini berhubungan,” ujarRita Pranawati, wakil ketua KPAI yang menerima laporan ini di Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Rita mengingatkan, setiap orang tua untuk memiliki waktu yang cukup dengan anaknya, khususnya yang beranjak remaja. Remaja sering mencari jatidiri melalui dunia maya dan seringkali mereka belum matang dan memahami bahaya di dunia maya. Anak-anak belum bisa membayangkan jika apa yang ada di dunia maya bisa jadi tipu muslihat dan tidak seperti yang terlihat. Selain itu, orang tua juga penting untuk membangun iklim dialog dan komunikasi yang baik dengan anak. Jika anak mengalami masalah atau membuat kesalahan, orang tua sebaiknya mendengarkan dengan baik dan memberi saran sehingga terbangun kepercayaan anak kepada orang tua.

Sayangnya, menurut Rita, respon sebagian besar orang tua kepada anak ketika anaknya melakukan kesalahan adalah marah, sehingga anak tidak lagi ingin bercerita kepada orang tua dan justru anak terjebak dalam masalah.

Ia mengatkaan, saat ini korban yang diketahui sekitar 50 orang namun yang teridentifikasi keberadaannya masih sangat sedikit. KPAI mendorong adanya data anak yang terintegrasi termasuk dengan fotonya sebagai data rahasia Negara yang dikoordinir oleh Dirjen Dukcapil melalui Kartu Identitas Anak (KIA). KIA diharapkan selalu diperbaharui dan terkoneksi dengan dapat siswa baik di Kemendikbud maupun di Kemenag.

Terkait dengan korban, Rita mengingatkan, ketika anak menjadi korban, bantulah dan lindungi anak ini dan laporkan kasusnya. Melaporkan kasus berarti melindungi anak korban untuk mendapat rehabilitasi dan pemulihan dengan baik. Selain itu, melaporkan berarti melindungi anak lain menjadi korban dari pelaku yang diproses hukumnya. KPAI dan Direktur Siber Mabes Polri menerima pengaduan jika ada orang tua yang merasa anaknya menjadi korban kejahatan di dunia maya ini.

Dirjen PAS juga penting untuk melakukan pengawasan kepada para napi dalam hal penggunaan hp. Karena kasus ini berlangsung di lapas. Tuntutan hukuman maksimal melalui jeratan UU Perlindungan Anak Pasal 76 E, UU ITE, dan pemberatannya penting dilakukan. Hal ini karena tindakan tersebut merupakan tindak pidana pengulangan dan korban lebih dari satu. Hukuman maksimal sudah semestinya diterapkan untuk melindungi anak Indonesia.

Selamat Hari Anak, semoga Anak-Anak Indonesia terlindungi!

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!