JAKARTA, MENARA62.COM — Keadilan di negeri ini bak permainan yang sulit diharapkan bagi pencari keadilan. Bahkan, publik pun dianggap seperti buta. Lihat saja kasus yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka dugaan korupsi pengelolaan Dana Pensiun PT Pertamina (Persero). Kasus yang melibatkan uang senilai Rp 1,4 triliun di PT Sugih Energy Tbk (SUGI), Edward Seky Soeryadjaya itu pun, seperti menguap.
Antara melansir, Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku kecewa dengan putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan Edward Seky Soeryadjaya tersebut.
“Ya agak aneh. Kita memang menghormati keputusan hakim, tetapi (keputusan) ini agak aneh. Tentunya (nanti) kami akan melakukan reaksi secara yuridis,” katanya.
Menurut dia, putusan yang membatalkan penetapan tersangka Edward Seky Soeryadjaya, dinilai mengundang kejanggalan yang luar biasa. Apalagi, penetapan tersangka Edward sudah dilakukan sejak Oktober 2017.
“(Bahkan) tersangka yang lain sudah diproses dan dihukum. Tetapi ketika perkara (Edward) sudah dilimpahkan ke pengadilan tipikor, terus diajukan ke praperadilan kok malah diterima, aneh kan,” katanya.
Dari sumber yang diperoleh Antara, Kamis (26/4/2018) malam, diketahui putusan itu diketok palu oleh hakim tunggal PN Jaksel Aris Bawono Langgeng sejak Senin (23/4/2018).
Perkara anak kandung pendiri PT Astra Internasional William Soeryadjaya sempat menjadi sorotan publik, saat dua kali mendapatkan pembantaran di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Selatan. Bahkan pejabat Kejagung, saat ditanya pembantaran itu beralasan yang berbeda-beda, yang satu karena jatuh di sel kemudian satu lagi terkena sakit jantung.
Kemudian permohonan Pengadilan Negeri (PN) Bandung kepada Kejagung untuk meminjam Edward Soeryadjaya yang menjadi terdakwa keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005, sampai sekarang tidak juga dipenuhi padahal sudah disampaikan sejak akhir 2017.
Dalam amar putusannya, hakim di PN Jakarta Selatan menyebutkan, mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian, menyatakan surat penetapan tersangka (Pidsus/18) nomor TAP/51/Fd.1/10/2017 tanggal 26 Oktober 2017, dan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus nomor: Print-93/F/Fd.1/10/2017 tanggal 27 Oktober 2017 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan tidak mempunyai kekuatan mengikat?
Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus nomor Print 93/F:/Fd.1/10/2017 tanggal 27 Oktober 2017 atas nama pemohon juncto Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus nomor: Print-55/F/Fd.1/2017 tanggal 27 Juli 2017 terhadap termohon, terkait dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat ayat 1 KUHP, adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengaku kecewa atas putusan majelis hakim praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan Edward Seky Soeryadjaya.
“Prosedur penyidikan sudah dilewati sesuai ketentuan yaitu melalui penyidikan, penetapan tersangka pada 26 Oktober 2017 kemudian Sprindik dengan nama tersangka tertanggal 27 Oktober 2017,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Warih Sadono di Jakarta.
Kemudian, kata dia, saat penyidikan tidak ada”keberatan” dari tersangka, artinya yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka dengan tidak keberatan. “Proses penyidikan sampai dengan selesai hingga tahap ke-2 ke penuntutan,” katanya.