24.5 C
Jakarta

Jalanmu Salah, Kembalilah ke Jalan yang Benar

Baca Juga:

Oleh: Haidir Fitra Siagian

Sepandai-pandai tupai melompat, pada saat tertentu pernah juga lengah. Ketika tidak konsentrasi lagi, atas berbagai sebab, si tupai ini bisa jatuh. Namun demikian, hampir jarang ditemukan tupai yang jatuh dari pohon saat dia melompat. Sulit ditemukan. Dulu waktu di kampung saya sering ke kebun, hutan lebat cari kayu bakar, tapi tak pernah melihat tupai jatuh. Kalaupun misalnya ada orang yang melihat tupai jatuh saat melompat, mungkin dapat dihitung dengan jari.

Berbeda halnya dengan manusia. Sepintar dan sekuat apapun ingatannya, sering juga lupa dan hilang ingatan. Bahkan sering lupa diri. Manusia juga sering keliru atau silap, baik dalam menghitung, memerkirakan, menambah maupun membagi sesuatu. Juga sering tidak berlaku adil dan jujur. Oleh karenanya, disitulah pentingnya ada rambu-rambu yang mengingatkan agar tetap berada pada jalur yang benar. Saling menasihati saling mengoreksi. Walaupun yakin akan kebenaran yang diperpegangi, seorang pribadi yang baik, tidak boleh hanya meyakini pendapatnya yang benar.

Boleh jadi seseorang konsisten dalam mempertahankan kebenaran yang diyakini. Mungkin dengan pengalaman, pendidikan yang tinggi, kewenangan yang dipegang, serta berbagai kelebihan pada diri kita, hal itu tidak serta-merta menjadikan keyakinan yang dia pegang adalah kebenaran mutlak. Apalagi sampai menganggap pandangan orang lain itu salah, dan memandangnya dengan sebelah mata.

Sebabnya adalah masih ada orang lain, masyarakat atau pihak lain yang memiliki keyakinan yang dalil atau rujukannya yang sama kuatnya atau bahkan bahkan lebih sahih dan teruji. Sehingga mau tidak mau, kita juga harus menghargai pendapat dan keyakinan orang lain tersebut. Dalam hal ada satu-dua perkara yang berbeda pendapat, maka jadikankah rambu-rambu yang mengitarinya sebagai rujukan untuk mengambil solusi cerdas. Rambu itu boleh jadi adalah etika, norma, aturan, hukum, dan seterusnya. Selain itu ada juga rambu yang tidak tertulis, yakni tenggang rasa dan sopan santun, baik berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam satu lingkungan masyarakat maupun adab sesama manusia.

Di Australia, dalam beberapa kawasan terdapat banyak rambu lalu lintas. Semua rambu lalu lintas dibuat dalam tulisan atau gambar jelas. Besar dan mudah dilihat. Dipasang di pinggir jalan yang setiap saat bisa dibaca. Rambu-rambu ini sengaja dibuat adalah untuk kebaikan bersama, sesama pengemudi kendaraan, pejalan kaki, dan masyarakat umum lainnya.

Fungsinya adalah untuk mengingatkan, agar tidak lupa atau keliru, salah masuk. Ada dua rambu yang dipasang berdekatan yang agak asing bagi saya berwarna merah mencolok adalah sebagaimana dalam foto tersebut: tanda larangan masuk, No Entri, Wrong Way. Di belakang ada lagi: Wrong Way, Go Back.

Pada suatu jalan yang satu arah, terdapat empat rambu lalu lintas untuk tujuan yang sama dalam jarak yang sangat dekat. Pertama simbol tanda larangan. Kedua di bawahnya tertulis “jangan masuk”. Ketiga, tulisan kecil: jalannya salah. Dan keempat, di bagian belakang terdapat lagi tulisan yang lebih besar “jalannya salah”. Lalu ditutup dengan tulisan “kembalilah”.

Rambu lalu lintas seperti ini, saya perhatikan banyak bertebaran di wilayah Wollongong. Terutama di jalan keluar dari jalan tol atau jalan bebas hambatan, ataupun jalanan yang satu arah. Ini menunjukkan bahwa pemerintah di sini berusaha benar agar pengendara tidak salah jalan. Tidak cukup diingatkan sekali, bahkan sampai empat kali. Tentu hal ini bertujuan agar para pengguna jalan masing-masing berada pada jalur yang benar, sehingga tidak terjadi benturan yang dapat menyebabkan kecelakaan. Apalagi kecelakaan yang menelan korban jiwa. Ini juga menunjukkan bahwa pemerintah Australia amat sangat menghargai setiap nyawa manusia. Di negara ini, nyawa manusia selalu menjadi perhatian utama. Boleh dikatakan bahwa, semua aktivitas pekerjaan selalu dianjurkan untuk menjaga keselamatan.

Ketika seorang sopir mengemudikan kendaraan bermotor yang sudah terlanjur masuk salah arah ke jalur dimaksud, dan tiba-tiba mengingatnya bahwa dia salah, maka dia boleh kembali ke belakang. Mundur beberapa meter. Mencari jalan yang benar. Tidak boleh dia meneruskan kesalahan tersebut, apalagi sudah empat rambu yang mengingatkannya. Sebab meneruskan kesalahan itu bisa berakibat fatal. Disamping dapat menimbulkan kecelakaan, juga berpotensi memperpanjang kesalahan yang terus-menerus terjadi.

Demikianlah kita manusia. Melanggar atau keliru dalam satu urusan adalah hal yang manusiawi. Melakukan kekeliruan yang tidak disengaja adalah salah satu sifat dasar manusia. Siapun orangnya. Sehingga apabila dalam satu kasus, jika sudah diingatkan, maka haruslah kembali ke jalan yang benar. Jangan ngotot mempertahankan kesalahan yang nyata. Jangan berkelit atas nama kekuatan, kekuasaan, dan keberanian untuk melanggar rambu-rambu yang sudah disepakati bersama.

Gwynneville, 26.06.19

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!