32.8 C
Jakarta

Jalur Hukum Kami Pilih untuk AP Hasanuddin, bukan Persekusi yang Tuna Adab

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Jalur Hukum Kami Pilih untuk AP Hasanuddin, bukan Persekusi yang Tuna Adab. Kegaduhan akibat postingan AP Hasanuddin di media sosial, bukan masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan materai 10.000 dalam lembar kertas pernyataan maaf.

Hal ini diungkapkan Mashuri Masyhuda, Komandan Nasional Kokam tahun 2018 pada redaksi Menara62.com.

Ancaman Pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah dan ummat Islam lainnya yang berlebaran 21 April 2023, diakui yang bersangkutan diposting secara sadar, bahkan disertai narasi kebencian selama bertahun-tahun atas perbedaan penentuan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Silahkan telusuri postingan nya di Facebook Thomas Djamaluddin,” ujarnya.

Ancaman yang didahului dengan ungkapan-ungkapan kebencian dalam waktu yang cukup lama, menurut Mashuri, tentu tidak bisa dinilai sebagai satu kejadian yang spontan atau emosi sesaat. Apalagi dinilai sebagai orang dengan gangguan psikologis atau gangguan kejiwaan. Mustahil rasanya orang gangguan kejiwaan bisa menyusun diksi permohonan maaf dengan cepat.

“Konstruksi berfikir AP Hasanuddin sudah mencerminkan “hate speach” di ruang publik,” ujarnya.

Tiga Alasan

Kalau menggunakan cara berfikir AP Hasanuddin yang “anarkis” atas kulakuan dan kegaduhan yang diperbuatnya, yang tidak suka terhadap warga Muhammadiyah yang sering berbeda ijtihadnya dalam menentukan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah, maka sesungguhnya warga Muhammadiyah, sangat beralasan untuk mengawal kasus ini sampai tuntas delik pidananya.

“Setidaknya sebagai salah satu kader Muhammadiyah,” ujar Mashuri yang kemudian menyebutkan sejumlah alasannya.

Pertama, sebagai kader Muhammadiyah turut bertanggungjawab menjaga marwah persyarikatan Muhammadiyah. Organisasi yang sudah lebih 110 Tahun berkhidmat untuk NKRI, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Tanpa membeda-bedakan siapapun boleh belajar dan berobat di amal usaha Muhammadiyah.

Kedua, sebagai kader Muhammadiyah tentu tidak akan toleran terhadap oknum-oknum seperti AP Hasanuddin yang berani mengancam secara terbuka seluruh warga Muhammadiyah dengan ancaman Pembunuhan satu persatu. Kalau AP Hasanuddin emosional, hanya karena perbedaan penentuan 1 Syawal, apakah lantas sebagai kader Muhammadiyah tidak boleh emosional saat ada ancaman Pembunuhan yang dilakukan secara sadar di ruang publik.

Ketiga, AP Hasanuddin (APH) yang dalam hal ini memerankan diri sebagai “diehard” Thomas Djamaluddin (TD) keduanya adalah ASN yang bertugas di BRIN, salah satu lembaga negara yang seharusnya bersikap netral. Mereka tidak seharusnya menggunakan posisi jabatannya untuk mendiskriminasi kelompok lain yang melakukan ijtihad berdasarkan keyakinannya dalam menjalankan agamanya. Sikap keduanya yang cenderung memelihara narasi memaksakan kehendak, bahkan melemparkan tuduhan tidak taat Pemerintah menegaskan bahwa keduanya pongah dan arogan.

“Selama bertahun-tahun “telunjuk” TD ini umumnya diarahkan ke Muhammadiyah dan nyaris tidak menyinggung ormas Islam lain atau kelompok lain yang juga menggunakan metode Hisab dalam menentukan Ramadhan Syawal dan Dzulhijjah. Arogansi mereka berdua harus dilawan dengan tegas dan keras, agar paham bahwa hidup di Indonesia fitrahnya memang ber- Bhineka Tunggal IKA, tidak boleh memaksakan kehendak apalagi mengintimidasi kelompok tertentu,” ujarnya.

Tiga alasan itu, menurut Masyhuri, sangat cukup untuk mengawal ketat kasus ini di ranah hukum, terlebih lagi terhadap oknum-oknum nir adab yang mengatasnamakan toleransi padahal sesungguhnya mereka yang tidak sejalan antara kata dan perbuatannya dalam memahami toleransi.

“Kami menempuh jalur hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku dan Kami memilih patuh dan taat atas petunjuk Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah dalam hal ini Prof Haedar Nashir yang mengimbau kami untuk tidak bersikap kerdil dalam pemikiran dan tindakan, kami berusaha menunjukkan adab dan kesantunan dalam menghadapi “prilaku buruk” oknum intelektual yang arogan,” ujarnya.

Taat

Menempuh jalur hukum sebagai bentuk ketaatan terhadap negara, dan untuk memberi teladan dalam berbangsa, Persekusi bukan pilihan kader-kader Muhammadiyah bukan karena kami takut atau tidak berdaya.

Pertumpahan darah terlalu mahal harganya hanya untuk mempertahankan ego intelektual seperti narasi APH.

Namun demikian tentu kami berharap keadilan ditegakkan. Laporan sudah disampaikan kepada Bareskrim Polri dan beberapa Polda dan Polres. Ancaman Pidana atas perbuatan yang bersangkutan harus di tegakkan agar kembali pulih rasa keadilan yang dinodai saat momentum idul Fitri ini.

Permohonan maaf TD dan APH, jika dicermati masih menyiratkan pembenaran atas pilihan sikapnya. “Bagi saya permohonan maaf itu hanya bisa kami terima, jika hukum ditegakkan dan keduanya mendapatkan sanksi yang setimpal,” ujarnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!