Oleh :
Machnun Uzni, Founder Sahabat Misykat Indonesia
Seorang suami yang seharian bekerja, pulang ke rumah ingin dipahami sebagai sosok yang kelelahan memperjuangkan nafkah keluarga. Ia membayangkan setelah membuka pintu akan disambut peluk hangat dan secangkir teh. Tetapi pada saat yang sama, isterinya juga kelelahan menyelesaikan semua detail urusan yang kaum lelaki tidak pernah sampai sedalam itu memikirkannya. Sang isteri juga membayangkan sore itu suaminya bertanya apa saja kerumitan hari ini, lalu mendengarkan semua ceritanya dengan penuh empati.
Suami yang sedang ingin dipahami, bertemu dengan isteri yang sama-sama ingin dipahami. Padahal, saat seseorang sedang ingin dipahami, ia dalam ketidaksiapan untuk memahami. Sama halnya ketika sesorang sedang berbicara, pada saat yang sama ia tidak siap untuk mendengarkan.
Kemampuan memahami, ternyata berhubungan dengan pengenalan terhadap diri sendiri. Semakin seseorang mengenal siapa dirinya, semakin dia memiliki kemampuan memahami orang lain. Orang yang benar-benar mengenal dirinya mampu meminimalkan atau sejenak menihilkan tuntutan untuk dipahami.
Bukan karena ia tak butuh dipahami, tetapi ia merelakan pasangannya mendapatkkan itu duluan. Ada altruisme hati, atau ‘itsar’ jiwa dengan kepuasan menempatkan pasangan di tangga prioritas.
Sulitnya, kemampuan memahami tidak dapat dimanipulasi. Kemampuan ini diasah dalam jangka waktu yang panjang karena melewati batas-batas ego dan keangkuhan. Latihan panjangnya adalah membiasakan berendah hati untuk tidak mengakui diri sebagai pihak yang paling berjasa, paling berat perannya, dan paling mendesak kebutuhannya.
Jadi, jika yang kita lakukan kepada pasangan selalu berakhir dengan motif agar kita dipahami olehnya, bisa jadi itu secara tak langsung menunjukkan betapa kita ini belum mengenal diri kita sendiri.
Pola komunikasi yang baik menjadi salahsatu kunci, bagaimana harmoni keluarga tercipta dan terjadi.
Islam dalam tatanan sejarah masa lalu telah memberi inspirasi bagaimana pola-pola komunikasi terjadi dan dilalui oleh para Nabi. Jejak-jejak pilihan kata, kalimat dan bahkan penegasan karena perbedaan pilihan yang harus diputuskan mewarnai perjalanan para Nabi sehingga patut menjadi perhartian kembali disaat ini untuk meneladani.
Kereta Argo Dwipangga Stasiun Yogya-Gambir, 15 Juni 2021