26.4 C
Jakarta

Jelang COP-28, KPPPA Gandeng KLHK Gelar Dialog Nasional Gender dan Perubahan Iklim

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan Dialog Nasional: Gender dan Perubahan Iklim, Menuju The 28th Conference of Parties (COP 28), pada Senin (31/7/2023). Kegiatan yang berlangsung secara luring di Jakarta tersebut diikuti oleh 100 peserta terdiri dari Pemerintah, Swasta, Organisasi Masyarakat Sipil, Donor dan Filantropi.

Kegiatan ini merupakan pelaksanaan dari Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalu Undang-Undang No 16 Tahun 2016.

Deputy V Bidang Kesetaraan Gender KPPPA, Leny Rosalin saat membuka resmi dialog nasional mengatakan bahwa perubahan iklim memberikan dampak yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan karena perbedaan gender. Keduanya baik perempuan maupun laki-laki berpotensi menjadi korban dari Perubahan iklim.

“Namun pada saat yang sama perempuan dan laki-laki berpotensi menjadi Champion atau pelopor untuk mengatasi Perubahan Iklim melalui aksi mitigasi dan adaptasi,” kata Leny.

Leny juga menyatakan bahwa pada High-Level Panel on the 27th Session of the Conference of Parties (COP27) to the UNFCCC bulan November 2022 lalu, KPPPA sudah menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan peran perempuan dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta untuk melaksanakaan mandat dari Lima Work Programme on Gender (LWPG) di Indonesia dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Memulai penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim dengan pendekatan partisipatori, Membentuk Sekretariat Nasional (Seknas) Gender dan Perubahan Iklim untuk mendukung penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim serta pelaksanaannya, dengan melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait pengendalian perubahan iklim, Membentuk Kelompok Kerja Multistakeholder dalam Seknas yang terdiri dari K/L dan unsur lain seperti dunia usaha, lembaga masyarakat, NGO, dan filantropi.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dewanti menyebutkan bahwa KLHK sangat mendukung gagasan penyusunan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim sesuai dengan mandat LWPG ini. Gagasan ini sejalan dengan Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) Indonesia 2022. Dalam dokumen ENDC tersebut ditegaskan bahwa Indonesia menghormati, mempromosikan, dan mempertimbangkan kewajibannya terhadap hak asasi manusia, hak atas kesehatan, hak masyarakat adat, masyarakat lokal, migran, anak-anak, remaja, lansia, orang-orang dengan kemampuan berbeda, dan orang-orang yang berada dalam situasi rentan, serta hak atas pembangunan, termasuk kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan antargenerasi. Keterlibatan pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil akan terus ditingkatkan.

“Partisipasi semua pihak untuk melaksanakan ENDC dalam rangka menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca, sangat berarti,” katanya.

Sementara itu, Jiro Tominaga, Country Director ADB (Asian Development Bank) untuk Indonesia menyatakan sangat senang dapat berkontribusi mendukung Acara ini. ADB mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam upayanya mengatasi perubahan iklim, menurunkan emisi gas rumah kaca melalui Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim. ADB juga mengapresiasi proses penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim dengan melibatkan berbagai aktor pembangunan.

ADB juga mendukung KPPPA dalam G20, yang menyampaikan rekomendasi kebijakan pentingnya peran, partisipasi perempuan dalam transisi energi. ADB mengajak semua pihak untuk  bekerjasama mewujudkan kesetaraan Gender melalui pemberdayaan perempuan dalam melaksanakan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas, Vivi Yulaswati, menyampaikan bahwa Dialog Nasional Gender dan Perubahan Iklim ini sejalan dengan agenda Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJNP 2025 -2045) yang tengah dibahas DPR dan Pemerintah. Fenomena Perubahan Iklim sudah mulai terjadi di beberapa daerah dan desa. Beberapa isu strategis kesetaraan gender terkait perubahan iklim, antara lain: migrasi dan urbanisasi, krisis pangan, menurunnya akses terhadap air bersih, meningkatnya wabah akibat perubahan iklim seperti malaria, dan berbagai wabah dan akses terhadap layanan kesehatan.

Deputy V Bidang Kesetaraan Gender KPPPA, Leny Rosalin

“Berbagai kebijakan, program dan perencanaan perubahan Iklim, perlu mengintegrasikan Hak Asasi Manusia, pengarusutamaan Gender termasuk pemenuhan hak anak dan hak kelompok rentan seperti disabilitas dan lansia,” tegasnya.

Bahas Isu Penting Dampak Perubahan Iklim bagi Perempuan

Dialog nasional ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menyepakati berbagai isu penting perubahan iklim yang dihadapi oleh perempuan seperti ketidakamanan pangan, kesehatan, air bersih, sanitasi, migrasi dan kebencanaan. Isu yang tak kalah penting adalah meningkatnya Gender Based Violence, meningkatnya kemiskinan dan rendahnya akses perempuan terhadap ekonomi dan Sumber Daya Alam, seiring dengan terjadinya bencana akibat perubahan iklim.

Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim berdasarkan Lima Work Programme on Gender (LWPG) meliputi 5 (lima) Prioritas yaitu Prioritas A:Pembangunan kapasitas, manajemen pengetahuan dan komunikasi, Prioritas B: Keseimbangan gender, partisipasi dan kepemimpinan perempuan, Prioritas C: Koherensi, Koordinasi dan Penguatan Kelembagaan, Prioritas D: Implementasi dan sarana implementasi yang tanggap gender, Prioritas E: Pemantauan dan pelaporan

Sedangkan pembentukan Sekretariat untuk Implementasi Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim, dilengkapi dengan  Pokja (Kelompok Kerja) yang diselaraskan dengan agenda Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam ENDC yaitu Pokja I : Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui ketahanan pangan, pertanian berkelanjutan, air dan irigasi, serta ekosistem mangrove, Pokja II : Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui FOLU, termasuk tutupan hutan dan lahan, pencegahan deforestasi/degradasi hutan, pengghutanan Kembali, perbaikan lahan kritis, pengelolaan air gambut, restorasi lahan gambut.

Lalu Pokja III : Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui pemanfaatan energi terbarukan untuk rumah tangga dan usaha, efisiensi energi untuk rumah tangga dan industri, pengelolaan limbah dan sampah, kesehatan lingkungan dan perlindungan sosial Kesehatan, Pokja IV : Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui industri hijau, penciptaan lapangan kerja ramah lingkungan (green jobs), Science, Technology and Innovation – STI (ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi), dan Pokja V : Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui ketahanan terhadap bencana, dan dukungan untuk perbaikan kerusakan dan kehilangan (loss and damage).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!