JAKARTA, MENARA62.COM – Jepang ternyata memiliki andil untuk menyebarkan Bahasa Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan. Melalui peraturan yang mewajibkan semua penduduk Indonesia menggunakan bahasa Melayu atau bahasa Jepang, mengharuskan penduduk belajar Bahasa Indonesia.
“Saat Jepang menjajah Indonesia, ada peraturan yang mengharamkan penggunaan bahasa Belanda oleh masyarakat. Mereka yang ketahuan menggunakan bahasa Belanda dihukum berat,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy saat membuka sosialisasi dan tes Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), Jumat (10/5). Hadir Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Dadang Sunendar.
Dengan larangan tersebut mau tidak mau penduduk Indonesia belajar Bahasa Indonesia. Mereka memilih belajar Bahasa Indonesia karena jauh lebih mudah dibanding harus belajar Bahasa Jepang.
Larangan menggunakan Bahasa Belanda tersebut lanjut Mendikbud kemudian memunculkan ketakutan di kalangan masyarakat. Gejolak social pun tak terhindarkan.
Cornelis Chastelein, tuan tanah asal Belanda akhirnya mengungsi di satu kawasan di Depok. Ia mengungsi sambil membawa serta 300 orang budaknya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Nusa Tenggara, Bali serta Bangladesh dan Sri Lanka. Kawasan tersebut kemudian dikenal sebagai Belanda Depok. Lokasi persisnya berada di Srengseng, Depok, Jawa Barat.
“Belanda Depok menjadi kawasan dimana orang-orang tetap menggunakan bahasa Belanda,” lanjut Mendikbud.
Tetapi seiring waktu, orang-orang Belanda Depok mulai belajar Bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Hanya saja, kawasan Srengseng kemudian dikenal orang sebagai kawasan Belanda Depok.
Menurut Mendikbud, sejarah tentang penyebaran Bahasa Indonesia penting untuk diketahui oleh guru-guru terutama guru Bahasa Indonesia. Bahwa bahasa Indonesia yang akar mulanya berasal dari Bahasa Melayu, sudah lama menjadi bahasa pemersatu bangsa Indonesia.
Mendikbud mengajak guru-guru untuk mempelajari karya sastra jaman dahulu. Seperti karya sastra Buya Hamka. Dalam karya sastra Buya Hamka, penggunaan bahasa Indonesia benar-benar sesuai dengan aturan dan ejaannya. Dan ini penting untuk menjadi bahan ajar guru-guru Bahasa Indonesia.
“Jika ada anggaran, saya ingin buku-buku sastra jaman dahulu dicetak ulang, lalu disebarkan ke semua sekolah. Karena karya sastrawan jaman dahulu memang bagus-bagus,” tukas Mendikbud.
Muhadjir juga mengajak guru-guru untuk memperkaya silabus. Jangan terpaku pada buku teks sehingga pengajaran Bahasa Indonesia menjadi kaku dan tidak menarik siswa.