32.9 C
Jakarta

Jika Belum Bisa Susun Asesmen, Sekolah Bisa Gunakan Soal-soal USBN

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kesempatan kepada sekolah yang belum siap menyusun asesmen untuk menggunakan soal-soal USBN tahun sebelumnya. Tetapi pada saatnya sekolah harus kreatif menyusun bentuk asesmen yang sesuai dengan gagasan Merdeka Belajar.

“Silakan sekolah yang memang mau memanfaatkan soal-soal USBN yang ada. Tetapi tentu sambil belajar menyusun bentuk asesmen,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno, Selasa (17/12/2019).

Ia mengingatkan gagasan Merdeka Belajar sesungguhnya menuntut guru untuk lebih kreatif melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Dimana selama ini guru sudah terlalu nyaman dengan pola evaluasi yang berlaku. Guru tidak terbiasa membuat soal dan hanya bergantung pada soal-soal yang ada dalam USBN atau UN.

Ke depan, pola asesmen yang diinginkan dalam gagasan merdeka belajar adalah bahwa guru harus mampu membuat item tesnya model asesmen sendiri. Guru harus bisa mengembangkan asesmen hasil belajar siswa dalam bentuk-bentuk yang lebih kreatif.

“Kalau guru tidak bisa membuat item evaluasi peserta didik itu jelas tidak benar,” lanjut Totok.

Menurut Totok, asesmen hasil belajar tidak akan diatur secara detail oleh Kemendikbud. Ini penting ditekankan agar guru tidak lagi terjebak pada pola lama yang tidak sejalan dengan gagasan Merdeka Belajar.

“Kalau kita atur lagi bagaimana asesmen dilakukan, seperti apa bentuknya, itu sama saja keluar dari gagasan merdeka belajar,” tambah Totok.

Dengan pola asesmen merdeka belajar, maka bisa jadi antar guru satu dengan guru lainnya berbeda. Pun dengan siswa, memungkinkan munculnya jawaban yang berbeda pada soal yang sama. Dan perbedaan itu harus dihargai karena anak memiliki kemerdekaan untuk berpikir.

“Hanya dengan cara seperti itu maka kreativitas dan inovasi siswa bisa berkembang. Kebiasaan-kebiasaan yang membelengggu selama ini terutama yang menghambat kreativitas harus dihilangkan agar kita benar-benar menuju pada cara berpikir belajar yang merdeka,” tukas Totok.

Terkait pengawasan terhadap guru dalam melakukan asesmen, Totok menyatakan ketidaksetujuannya. Ia lebih senang dengan istilah pendampingan atau fasilitator dibanding pengawasan. Karena pengawasan berkonotasi kejam, tidak mendorong guru kreatif dan itu harus dihilangkan.

Meski gagasan merdeka belajar dengan konsep asesmen merupakan hal yang baru, Totok yakin banyak sekolah yang sudah siap menerapkannya tahun ini. Sebab cikal bakal dari bentuk asesmen itu sendiri sebenarnya sudah dimiliki oleh guru-guru dan sekolah-sekolah di Indonesia.

“Jadi saya yakin tidak ada kendala yang berarti, sekolah dengan cepat segera menyesuaikan diri,” tutup Totok.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!