Besok tanggal 20 Oktober 2020, genaplah pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin berkuasa satu tahun. Kalau kita menilai apakah pemerintah mereka berhasil atau tidak, di tengah-tengah Covid 19 dan krisis ekonomi global ini, tentu pasti akan sangat sulit. Pasalnya, kalau ukuran keberhasilan itu dilihat dari pertumbuhan ekonomi, sudah jelas pemerintah merka sudah gagal total.
Ekonomi bukannya tumbuh, malah negeri ini terseret ke dalam resesi, karena pertumbuhan ekonominya negatif dalam dua quartal secara berturut-turut, sehingga telah menyebabkan meningkatnya secara tajam angka PHK, pengangguran dan kemiskinan. Apalagi kalau dibandingkan dengan masa atau periode sebelumnya, hal ini jelas merupakan kemunduran yang luar biasa. Bahkan akibat dari kemunduran dan dalamnya krisis ini, pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, belum tentu akan bisa memulihkannya dalam waktu dekat atau bahkan sampai habis periodenya tahun 2024.
Tapi, meskipun data dan faktanya sedemikian rupa buruknya, kita tentu tidak bisa dengan mudah menyimpulkan apalagi menyalahkan bahwa pemerintah telah gagal. Saya yakin, siapapun yang menjadi presiden di negeri ini sekarang, pasti juga tidak akan mampu menghindarinya.
Salah satunya, problem negeri ini tidak bisa dilepaskan dengan Pandemi Covid-19, yang tidak hanya melanda dan merontokkan ekonomi negeri ini, tapi juga telah melanda dan merontokkan ekonomi negara lain di dunia. Kehancuran ekonomi juga dialami negara super power seperti Amerika dan negara-negara Eropa Barat, serta juga China. Rontoknya ekonomi negara-negara ini, juga memperngaruhi ekonomi Indonesia. Pasalnya, ekonomi negara lain tersebut juga sudah terlalu jauh dan dalam berintegrasi dengan ekonomi dunia. Akibatnya, begitu ada satu negara yang ekonominya bermasalah, maka dia tentu akan berdampak secara beruntun kepada negara-negara lain.
Untuk itu, satu pelajaran berharga yang kita dapat dari peristiwa ini adalah kita tampaknya harus selalu siap untuk menghadapi krisis, agar setiap terjadi krisis kita tidak terlalu kaget dan terpukul. Lalu apa yang harus kita lakukan?
Meminjam istilah bung Hatta, kita harus benar-benar bisa membuat dan membenahi ekonomi nasional dengan memperbesar tenaga beli rakyat. Produksi yang kita lakukan harus ditujukan pertama-tama dan utama adalah untuk kepentingan ke dalam, yaitu untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Ini bukan berarti ekspor tidak penting, tapi sifat dari ekspor itu yang berubah dari sebagai tujuan yang pertama dan utama, menjadi bertujuan untuk membayar impor dari barang-barang yang kita perlukan untuk pembangunan. Karena dalam konsep ini, yang menjadi tekanan adalah bagaimana kita bisa menghasilkan barang-barng keperluan hidup bangsa kita, yang bahannya terdapat di tanah air sendiri. Dan apa yang tidak dapat kita hasilkan sendiri, itulah yang kita datangkan dari luar negeri untuk menggenapkan keperluan rakyat dan negara, yang itu kita bayar dengan ekspor.
Untuk itu dalam hal yang terkait dengan impor, Hatta juga mengatakan bahwa kita harus bisa melakukan perubahan. Menurutnya, impor barang-barang konsumsi harus diperkecil berangsur-angsur dan impor barang-barang produksi seperti mesin dan alat untuk bekerja lainnya diperbesar, yang dibayar dengan barang-barng yang kita ekspor.
Untuk itu agar keadaan ekonomi negeri ini benar-benar menjadi kuat dan tangguh di tengah-tengah kehidupan ekonomi global, dan agar negeri ini tidak terlalu terpukul bila terjadi krisis ekonomi dunia, maka kita harus bisa mengusahakan agar barang-barang yang kita ekspor itu adalah barang-barang yang sudah jadi atau barang-barang industri. Dengan langkah ini, kita dapat menciptakan nilai tambah yang besar, dan itu tentu saja akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat secara keseluruhan.
Untuk itu, peranan pemerintah dalam hal ini tentu saja sangat diperlukan. Pasalnya, lewat kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, diharapkan akan dapat tercipta kemaslahatan yang sebesar-besarnya bagi rakyat banyak. Sehingga, kedaulatan ekonomi dan kedaulatan bangsa serta negara ini di masa depan, akan semakin dapat tegak dengan baik dan dengan sekokoh-kokohnya. Dan UU Cipta kerja yang sudah disahkan oleh DPR, tapi belum ditandatangani oleh presiden tersebut tampaknya benar-benar akan mengganggu maksud dan tujuan demikian. Tapi tidak tahulah, wallahu a’lam.
Penulis: Buya Anwar Abbas, pengamat sosial ekonomi dan keagamaan. Saat ini duduk sebagai Ketua PP Muhammadiyah dan Sekjen MUI.