SOLO, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan Kajian Tafsir Online ke-68 yang menghadirkan pemateri Dr. Ainur Rha’in, S.Th.I., M.Th. (31/10). Pada kesempatan ini, ia mengupas Surah Al-Baqarah ayat 11–20 dengan penekanan pada karakter dan perilaku kaum munafik.
Dalam penjelasannya, Ainur Rha’in memaparkan bahwa menurut Imam al-Ṭabarī, ayat 11–12 turun berkaitan dengan perilaku orang-orang munafik yang melakukan kerusakan di bumi, namun mengira bahwa mereka sedang melakukan perbaikan.
“Fitnah terbesar yang merusak adalah kesyirikan, karena orang-orang munafik, itulah yang berbuat kerusakan di bumi, tetapi mereka mengira telah berbuat perbaikan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme termasuk kategori fasad yang merusak tatanan sosial.
Ainur Rha’in juga menyebutkan bahwa orang munafik cenderung memamerkan kebaikannya, bukan karena Allah, melainkan agar dipandang masyarakat. Mereka juga memiliki ciri-ciri khusus.
“Orang-orang munafik memiliki ciri-ciri khusus, seperti berbohong saat berbicara, mengingkari janji, dan berkhianat terhadap amanah,” terangnya.
Di akhir ayat 12 ini, Allah menegaskan bahwa sesungguhnya merekalah yang membuat kerusakan.
Memasuki ayat 13, Rha’in menyoroti sifat orang munafik yang merendahkan orang beriman dan merasa dirinya lebih tinggi. Mereka menganggap tidak pantas berada pada level keimanan para sahabat Nabi.
“Mereka bodoh karena mengira diri mereka derajatnya lebih tinggi daripada sahabat Nabi, padahal merekalah serendah-rendahnya orang,” tegasnya.
Pada ayat 14, ia menggambarkan orang munafik sebagai bagian dari mafia kejahatan yang terorganisir rapi.
“Komplotan ini layaknya orang berdasi yang korupsi; mereka tidak jauh berbeda dari setan,” ujarnya.
Bahkan, sampai kapan pun orang munafik tidak akan benar-benar beriman dan menjadikan agama sebagai bahan lelucon.
Pembahasan berlanjut pada ayat 15, yang memuat bahwa Allah menghinakan kaum munafik karena perbuatan mereka dan membiarkan mereka terus bergelimang dosa hingga menjadi sangat kotor.
“Dan hinalah para orang munafik itu, mereka telah dibiarkan oleh Allah di dunia untuk bermaksiat dan akan dihukum di akhirat kelak,” tegasnya.
Pada ayat 16, disebutkan bahwa kaum munafik membeli kesesatan dengan petunjuk. Mereka selalu menghitung segala sesuatu dengan timbangan duniawi.
Kemudian ayat 17 memberikan perumpamaan bahwa iman orang munafik seperti nyala api yang menyala sejenak lalu dipadamkan oleh Allah. Iman yang dipamerkan tidak memberi dampak apa-apa.
“Tanda orang yang ditinggalkan Allah adalah hatinya tidak tergerak untuk menerima kebaikan dan kebenaran,” tuturnya.
Ayat 18 menggambarkan mereka sebagai golongan yang buta, bisu, dan tuli terhadap kebaikan dan kebenaran. Sementara ayat 19 menegaskan bahwa mereka tidak akan mendapatkan cahaya kebenaran dan memiliki sifat pengecut sepanjang masa.
Pada penutupan kajian, melalui ayat 20 dijelaskan bahwa kaum munafik selalu mengambil keuntungan pribadi, bahkan dengan mengorbankan negara dan agama. Jika tidak menguntungkan, mereka akan diam.
Melalui kajian ini, jamaah diajak untuk memahami karakter munafik agar dapat menghindari sifat-sifat tersebut serta memperkuat keimanan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini kembali meneguhkan komitmen UMS dalam menghadirkan kajian keilmuan Al-Qur’an yang relevan dan membumi bagi masyarakat luas. (*)
