31.1 C
Jakarta

Kajian UMS Soroti Kekufuran Bani Israil

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan Kajian Tafsir Al-Qur’an, bersama Dr. Ainur Rha’in Bakrun, S.Th.I, M.Th., sebagai narasumber. Kali ini, pembahasan merefleksikan sejarah Bani Israil untuk dijadikan sebagai pelajaran dalam menjalani kehidupan.

 

Rhain-begitu sapaan akrabnya, memaparkan tafsir surat Al-Baqarah ayat 60-66, yang secara garis besar membahas tentang nikmat-nikmat yang didurhakai oleh Bani Israil, serta balasan atas perbuatan mereka. Mengawali pemaparan maternya, ia menjelaskan bahwa dalam ayat 60-66 terdapat beberapa pengulangan kata yang sama dengan menunjukkan makna yang sama.

 

“Pada ayat 60-66 terdapat pengulangan kata “واذ” yang menunjukan pengingat Allah kepada bani israil atas perbuatannya selama di muka bumi ini,” jelasnya, Selasa (9/12).

 

Dalam ayat 60 berisi tentang kekufuran Bani Israil terhadap nikmat mata air yang diberikan oleh Allah SWT. Bani Israil tidak ada cukupnya ketika diberikan sumber mata air satu saja, mereka meminta sumber mata air yang jumlah lebih banyak dari pada itu.

 

Ia juga menegaskan bahwa pada ayat 60 terdapat karakteristik seorang pemimpin yang benar, seperti Nabi Musa yang tidak pernah memikirkan untuk mensejahterakan dirinya sendiri. Nabi Musa selalu memohon kepada Allah SWT untuk mensejahterakan kehidupan umatnya yaitu Bani Israil.

 

“Pemimpin yang bener tidak pernah menjadikan posisinya untuk mengambil manfaat bagi kepentingan dirinya sendiri, layaknya Nabi Musa AS, ” tegasnya dalam menafsirkan ayat itu.

 

Ayat 61 menjelaskan bahwa Bani Israil tidak pernah bersyukur atas nikmat berupa makanan yang diberikan oleh Allah SWT. Padahal, Allah telah memberikan makanan yang berkhasiat, namun, mereka justru meminta makanan yang biasa saja. Hal itu menunjukkan ketamakan Bani Israil terhadap pemberian Allah SWT.

 

Rhain juga menambahkan bahwa terdapat kunci hidup bahagia dengan merefleksikan ayat 61, di sisi lain juga menunjukan tidak pernah bahagianya Bani Israil pada saat itu.

 

“Kunci hidup bahagia itu dengan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah,” tambahnya.

 

Kemudian, pada ayat 62 terdapat definisi orang yang beriman, yaitu mempercayai dan mengikuti ajaran nabi yang datang pada zaman itu, misalnya Yahudi mengikuti ajaran Nabi Musa, Nasrani mengikuti ajaran Nabi Isa, dan Islam mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.

 

Selanjutnya, ayat 63-64 menjelaskan adanya perjanjian antara Bani Israil dengan Allah SWT, serta tipu daya yang mereka perbuat. Perjanjian yang mereka sepakati dengan Allah yaitu, mereka harus beriman kepada Allah SWT, atas nikmat yang mereka rasakan selama ini.

 

Namun, perjanjian itu mereka abaikan mentah-mentah. Mereka meninggalkan, bahkan menyelisihi kitab Taurat yang seharusnya mereka jadikan pedoman kehidupan. Hal itu menunjukkan sifat oportunis yang melekat pada diri mereka.

 

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِى السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خٰسِـِٕيْنَ ۝٦٥

 

Allah mengutuk Bani Israil dengan menjadikan mereka kera yang hina. Dalam artian bukan hanya perubahan fisik, tetapi mencakup kehinaan sosial dan spiritual. Mereka hina karena perbuatannya. Laknat seperti ini, sesuai dengan penjelasan pada ayat 65, serta diperkuat dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari.

 

لَمَّا مُسِخَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ ، جُعِلَ الرِّجَالُ قِرَدَةً وَالنِّسَاءُ خَنَازِيرَ

“Ketika sebagian Bani Israil itu diubah (oleh Allah), maka laki-laki dijadikan kera, dan perempuan dijadikan babi.” HR. al-Bukhari

 

 

Ayat 66, sebagai penutup kajian, ia menekankan bahwa pada ayat ini menjadi pengingat bagi hamba pada saat itu dan hamba yang akan datang.

 

“Melalui ayat 66 terdapat pengingat kepada kita, agar tidak mengulangi kembali kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh Bani Israil,” tutupnya. (*).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!