32.9 C
Jakarta

“Kasta Baru” bagi  Guru

Baca Juga:

Oleh Ashari, S.IP*

Perkembangan dunia dewasa ini ternyata juga berimbas kepada penampilan guru. Meski kita masuk di era pandemi Covid-19, tidak begitu mempengaruhi. Bagi guru, tidak saja bagaimana harus tampil dan dapat membawakan dirinya di depan murid-muridnya saat mengajar, namun di luaran guru juga  menjaga diri (image building) dengan penampilannya. Terlebih seiring dengan perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru, mulai dari tunjangan profesi, sertifikasi dan tambahan les di sekolah/diluar menjadikan guru kini menempati ‘kasta baru’ dalam masyarakat secara masif.

Kini guru dengan laptop seolah sudah tidak dapat dipisahkan. Artinya mempunyai laptop untuk digunakan menunjang keberhasilan dalam menyusun RPP, Analisa angka angka (nilai), membuat soal, menggambar bahkan sampai download materi pembelajaran terkini, sudah menjadi kebutuhan. Artinya laptop (computer jinjing) ini kedepan 2-3 tahun lagi sudah bukan barang mewah bagi guru. Karena memang lebih praktis dan fleksibel.

Di jalan-jalan kini sudah banyak kita lihat dengan motor yang relatif baru, guru  menggendong laptop. Sudah menjadi pemandangan umum. Bahkan sekarang di kota-kota besar dan maju, sebut Jakarta, Surabaya, Bandung, Kalimantan bahkan Yogyakarta dan  kota kota lain sudah  menjadi fenomena  guru-guru mengendarai mobil barunya dengan peralatan mengajar yang memadahi, multi IT. Saya kira tidak salah penampilan guru yang demikian, tidak berlebihan, layaknya eksekutif muda. Asalkan ditunjang dengan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Artinya penampilan harus didukung oleh isi.

Sebab penggunaan sarana dan prasarana yang memadahi didukung dengan niat yang kuat dalam mengajar,  akan menghasilkan out put yang optimal. Bagi saya guru berpenampilan bersih, anggun, charming dan gagah bukan sesuatu yang salah. Bahkan harusnya begitu. Saya bahkan sempat mimpi, dengan mobil guru datang mengajar, tidak terlambat, jika hujanpun tidak kehujanan, di dalam mobil ia membawa perangkat pembelajaran yang komprehensif semacam  laptop, LCD ( jika sekolah belum memiliki),  sound monitor, mic control. Kalau harus olah raga pagi, mereka membawa kaos/t-shirt ganti yang digantungkan di mobilnya, bawa perangkat sholat, termasuk makan siang bawa sendiri. Karena ternyata mengajar di kelas membutuhkan energy lebih, tidak hanya pikiran yang harus disiapkan tetapi juga fisik. Sebab bagaimana mungkin kita dapat mengajardengan prima kalau dari rumah kita sudah capek duluan, ya cepek badan, ya capek pikiran.

Maka meski kita kalah beberapa langkah dengan Malaysia dalam hal kesejahteraan guru, namun niat baik pemerintah dengan adanya sertifikasi dan pemberian tunjangan yang lain ini harusnya kita manfaatkan benar-benar untuk menunjang keprofesionalan kita dalam mengajar. Hasil sertifikasi sebaiknya kita investasikan sebagian untuk hal-hal tersebut. Maka kalau demikian, orang tua tidak akan ragu-ragu mendambakan anaknya untuk menjadi guru. Karena mereka kini memiliki ‘kasta baru’.dalam masyarakat yang.heterogen.

* Penulis Mengajar di  SMP Muhammadiyah Turi Sleman DIY.        

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!