JAKARTA, MENARA62.COM – Kasus penyakit ISPA di Jabodetabek meningkat tajam dalam beberapa bulan belakangan ini akibat polusi udara. Hasil surveilans yang dilakukan di rumah sakit dan Puskesmas di wilayah Jabodetabek, kurun Januari hingga Juli 2023 kasus ISPA rata-rata sudah tembus di atas 200 ribu per bulan.
Mengyikapi situasi tersebut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara (PPRPU). Kehadiran komite ini untuk merespons atas dampak situasi polusi yang makin memburuk di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, menyebut langkah strategis harus diambil untuk menangani melonjakanya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
“Adanya peningkatan kasus ISPA yang dilaporkan di Puskesmas maupun rumah sakit diJabodetabek perbulan rata-rata di atas 200.000 kasus,” kata Dirjen P2P Kemenkes RI, Maxi Rein Rondonuwu, Senin (28/8/2023).
Komite yang dibentuk pada 14 Agustus 2023 berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 01.07/Menkes/1625/2023 tersebut mendapatkan delegasi dari Kemenkes berupa melakukan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya polusi bagi kesehatan, serta upaya pencegahan. Selain itu juga melakukan kerja sama pemantauan partikulat (PM2,5) sebagai partikel pembentuk polusi yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron untuk diukur kadarnya di Jabodetabek.
Kemenkes bersama komite juga melakukan surveilans secara berkala setiap pekan untuk memonitor laju kasus ISPA dan pneumonia di puskesmas dan rumah sakit, berikut dengan penerapan sistem kewaspadaan dini dan respons. “Penanganan pneumonia di rumah sakit Jabodetabek kami inventarisasi kemampuannya agar semua bisa menangani pneumonia di Jabodetabek,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara Prof. Agus Dwi Susanto mengatakan PM2,5 terbukti paling memberikan dampak pada kesehatan masyarakat, selain gas sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida, dan ozon. “Riset Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dikatakan peningkatan PM2,5, PM10, dan SO2 ternyata berkontribusi dalam peningkatan kasus ISPA dan pneumonia di Jakarta pada periode hampir 10 tahun setelah riset,” katanya.
Agus yang juga Direktur Utama RSUP Persahabatan Jakarta Timur menerjemahkan penugasan Kemenkes RI ke dalam empat sektor kerja, yakni, sektor deteksi dengan cara memantau kualitas udara, khususnya di DKI Jakarta, melalui pemasangan alat ukur udara di puskesmas dan rumah sakit untuk deteksi dini polusi.
Selanjutnya, mengembangkan sistem peringatan dini bagi masyarakat yang terintegrasi dengan Aplikasi SatuSehat berikut penyampaian tentang apa yang harus dilakukan oleh pengguna aplikasi. “Ketiga, kami lakukan edukasi untuk mengenalkan protokol kesehatan dan terakhir berupa kajian atau riset terkait dampak udara pada kesehatan,” tutupnya.