Pengurangan resiko bencana atau dikenal oleh seluruh dunia dengan nama Disaster Risk Reduction merupakan kesepakatan seluruh dunia sejak Konferensi di Hyogo Jepang atau yang lebih dikenal Dengan Nama HFA (Hyogo Framework In Action).
Sejak tahun 2005 Indonesia bersama 168 negara lainnya meratifikasi kesepakatan Pengurangan Resiko Bencana. Sebagai tindak lanjut lalu berdirilahBNPB dan BPBD tingkat provinsi dan Kabupaten/kota berdasar kepada UU No 24 tahun 2007.
PRB (pengurangan risiko bencana) tersebut melibatkan ‘pentaholic’ kebencanaan di Indonesia yaitu G A B C M (Government, Academic, Bussiness, Community, Media) dalam seluruh ranah penanggulangan bencana harus mengacu kepada Disaster Risk Reduction dan harus melibatkan 5 unsur diatas.
Maka perlu diawasi seluruh kebijakan dan atribusi yang berkaitan dengan Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia.
Berangkat dari hal itu, maka perlu ada upaya upaya untuk mengawal kebijakan tersebut di tingkat legislatif salah satunya melalui DPD atau Dewan Perwakilan Daerah.
Selain pengarustamaan pengurangan risiko bencana dalam suatu kebijakan juga berkaitan dengan kebijakan pembangunan atau perencanaan pembangunan di Indonesia. Karena tanpa perencanaan pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan pengarustamaan pengurangan risiko bencana tentu hasil-hasil pembangunan kita akan terdampak dan mengalami kemunduran. Prestasi pembangunan yang sudah dikelola cukup lama akan hancur atau rusak oleh bencana.
Salah satu disebabkan karena kekurangtepatnya dalam perencanaan pembangunan sebagai misal; kawasan kawasan yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana atau KRB harus diperhatikan, pengelolaan pembangunan disesuaikan, tidak mungkin melakukan upaya pembangunan di kawasan rawan bencana.
Maka atas dasar itu, perlu dilakukan kebijakan penanggulangan bencana dengan paradigma pengurangan risiko bencana dan pengarustamaan PRB dalam perencanaan pembangunan nasional
Oleh karena seluruh kebijakan pembangunan di Indonesia harus dikawal dengan sebaik-baiknya agar investasi pembangunan tersebut tidak sirna karena terdampak bencana. Upaya mengurangi risiko bencana ini juga perlu mengedepankan faktor-faktor konservasi alam yang mempunyai nilai jangka panjang. Kita jaga alam maka alam akan jaga kita.
Penulis: Naibul Umam Eko Sakti (Relawan Penanggulangan Bencana Indonesia)