JAKARTA, MENARA62.COM – BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi – Kominfo) terus berupaya menjadi jembatan masyarakat desa agar sejajar dengan masyarakat kota dalam kemudahan mengakses infomasi dan telekomunikasi. Pembangunan infrastruktur dan telekomunikasi di daerah yang memiliki keterbatasan akses kini mulai dapat dinikmati secara luas.
Kesenjangan konektivitas tidak hanya terjadi di Indonesia saja, hampir di seluruh dunia memilikinya dengan kadar yang cukup beragam. Benua Afrika memiliki banyak area dengan tingkat kesenjangan cukup tinggi terhadap kemudahan akses internet, sebaliknya Benua Eropa dan negara-negara pecahan Uni Soviet memiliki pemerataan akses yang sangat baik.
“Indonesia sendiri, kesenjangan konektivitas salah satunya disebabkan oleh faktor geografis yang sulit dijangkau. Padahal akibat pandemik covid-19 ini, kebutuhan akses internet meningkat tinggi akibat perubahan kegiatan masyarakat yang lebih banyak dilakukan secara online, misalnya untuk pendidikan, pekerjaan, kesehatan,” kata Setyardi Widodo, mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), dalam Live Webinar Media Sila, Jumat (11/6/2021).
Webinar Media Sila yang mengangkat tema “Penyelenggaraan Layanan Seluler pada BTS 4G di wilayah 3T Dalam Rangka Transformasi Digital” juga dihadiri Direktur Layanan untuk Badan Usaha BAKTI Kominfo Dhia Anugrah Febriansa, dikuti oleh jurnalis dari berbagai media massa baik cetak maupun elektronik.
Direktur Layanan untuk Badan Usaha BAKTI Kominfo, Dhia Anugrah mengatakan, pemerintah, melalui BAKTI Kominfo selama kurun waktu tahun 2021—2022 ini menargetkan untuk menyelesaikan pembangunan 7.904 BTS 4G di desa wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) untuk mempersempit kesenjangan tersebut dengan sumber pembiayaan yang berasal dari APBN. Sebaran lokasi pembangunan terbagi dalam 5 paket yang terdiri atas 9 area, di mana mayoritas area berada di wilayah Papua dan Papua Barat.
“Tantangan terbesarnya adalah letak geografis, jumlah penduduk, ketiadaan sinyal, dan kurangnya ketersediaan perangkat. Infrastruktur yang terbangun menggunakan teknologi fiber optic dan radio link, namun jika masih terkendala geografis maka disediakan link transmisi VSAT. Metoda umum yang akan digunakan lewat pembangunan tower dan penyediaan PLTS sebagai sumber listrik off grid pada perangkat yang tersedia. Kombinasi teknologi satelit dan terestrial ini diharapkan dapat memenuhi target pembangunan yang telah ditentukan,” tutur Dhia.
Menurut Dhia Anugrah, pekerjaan besar ini tidak bisa dilakukan pemerintah pusat sendiri, butuh dukungan dari operator selular dan pemerintah daerah. Ketiganya harus bersinergi dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. Pemerintah daerah bertugas untuk membantu dalam penyediaan lahan infrastruktur. BAKTI akan mengurus perizinan, pembiayaan, pembangunan, pemeliharaan, dan pengoperasian BTS 4G. Sedangkan, pihak operator diharapkan melakukan tugas sesuai kemampuan jaringannya (memberi layanan yang terjangkau bagi masyarakat, memelihara dan mengoperasikan layanan, aktivitas pemasaran dan branding) serta membiayai seluruh aktivitas operasi dan pemeliharaan layanan 4G.
“Bentuk kerjasama operasional (KSO) antara BAKTI dan operator selular ini mengurangi beban operator atas biaya operasional yang besar karena wilayah 3T ini kurang komersil secara ekonomi,” ujar Dhia.
Dhia menambahkan, kehadiran BTS 4G di wilayah 3T memberi dampak yang cukup besar dalam hal ekonomi, hankam, politik, sosial budaya masyarakat. Sebanyak 1.209 desa di wilayah 3T yang telah terpasang layanan 4G dalam kurun waktu tahun 2019—2021 sudah merasakan kemudahan di berbagai bidang yang berbasis digital, seperti sektor pendidikan, pertanian dan perikanan, keuangan, pemerintahan, kesehatan, serta manfaat sosial tambahan seperti munculnya lapangan kerja baru, peningkatan produktivitas, dan peningkatan daya beli masyarakat.
Pemerintah berharap program ini tidak sekadar menyediakan sinyal selular di daerah yang selama ini terpinggirkan, namun diharapkan kerjasama para pihak untuk mulai menumbuhkan digital ekosistem di daerah 3T.
“Keberadaan layanan yang berkelanjutan dan terjaga baik kualitasnya mendorong daerah 3T ini ke depannya dapat membiayai kebutuhan telekomunikasinya dengan skema komersial oleh penyelenggara operator selular,” pungkas Dhia.