JAKARTA,MENARA62.COM—Pihak keluarga lima remaja yang ditembak mati aparat Polresta Bandar Lampung, Sabtu, 1 April 2017 dini hari, bersama para pendamping dari LBH Bandar Lampung, Jaringan Advokasi Perempuan dan Anak Lampung, tokoh masyarakat Jabung, Lampung Timur, dan perwakilan Pemerintah Kabupetan Lampung Timur, mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta, Selasa (2/5).
Kehadiran mereka untuk melaporkan dugaan adanya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Tim Ranger Tekab 308 Polresta Bandar Lampung, yang menghabisi nyawa lima remaja yang masih duduk di bangku SMA karena dugaan sebagai begal. Sebab, luka tembak di tubuh korban tidak mengisyaratkan tujuan melumpuhkan, melainkan menghabisi nyawa mereka, dilihat dari banyaknya peluru yang dimuntahkan serta arah tembakan ke dada.
Alian Setiadi dari LBH Bandar Lampung, mengungkapkan, pihaknya mengindikasikan ada pelanggaran dalam penggunaan senjata api oleh oknum polisi. Hal itu terlihat dari arah tembakan ke dada, bukannya ke kaki yang bertujuan melumpuhkan. “Prosesnya sangat kejam dan tidak manusiawi. Sepertinya sudah darurat penegakan HAM di Lampung,” tutur Alian di hadapan tim LPSK yang dipimpin langsung Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.
Menurut Alian, lima remaja itu dituduh sebagai begal dan sempat ada baku tembak dengan polisi. Namun, data lapangan yang berhasil dikumpulkan, isu baku tembak yang disuarakan polisi, diduga hanya alibi mereka untuk melegalkan penembakan yang menghilangkan nyawa lima anak itu. “Kalau katanya korban DPO dan residivis, harusnya ada panggilan ke keluarga. Karena pihak orang tua yakin korban belum pernah di penjara,” ujar Alian.
Diah dari Jaringan Advokasi Perempuan dan Anak Lampung, menambahkan, berdasarkan absensinya di sekolah, kelima anak yang ditembak mati itu rajin dan tidak pernah bolos. Prestasi mereka juga cukup bagus, bahkan di antaranya ada yang merupakan ketua OSIS dan lainnya aktif di kegiatan pramuka Saka Bhayangkara. “Indikasi korban merupakan anak baik-baik. Tidak terlihat mereka adalah begal, DPO atau residivis,” ungkap Diah.
Masih kata Diah, karena kejadian ini melibatkan aparat penegak hukum, dalam hal ini oknum anggota Polresta Bandar Lampung, potensi adanya pihak-pihak yang tidak terima citra organisasinya tercoreng sangat terbuka. Akibatnya, ancaman terhadap keluarga korban dan pendamping nyata. Karena itulah mereka ke LPSK untuk mengajukan permohonan perlindungan bagi pihak keluarga dan tokoh masyarakat yang peduli dengan kasus ini.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai yang menerima rombongan keluarga korban dan pendampingnya, mengatakan, LPSK akan menggali informasi dalam kasus ini, baru kemudian melihat posisi LPSK sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Dari informasi yang disampaikan, ada indikasi terjadinya kekerasan. Namun, tentu dari pihak kepolisian dalam penggunaan senjata api juga memiliki alasan-alasan khusus.
LPSK, ujar Semendawai, bertugas memberikan perlindungan pada saksi dan korban dalam kasus pidana. Karena itulah, bagi saksi atau keluarga korban yang merasa terancam karena melaporkan kejadian ini ke pihak terkait, dapat meminta perlindungan ke LPSK. “Kita juga apresiasi terhadap pemda setempat karena sudah turut peduli dengan kondisi warganya. Apalagi, korban dalam kasus ini adalah anak,” kata dia.