JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) memiliki komitmen yang tinggi untuk pemajuan kebahasaan dan kesastraan. Berbagai inovasi dilakukan untuk meningkatkan layanan profesional di bidang kebahasaan dan kesastraan. Salah satu inovasi tersebut adalah Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka.
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan bahwa UKBI Adaptif Merdeka merupakan bentuk peran serta Badan Bahasa dalam transformasi pendidikan melalui program Merdeka Belajar yang digulirkan oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
“Badan Bahasa adalah bagian integral dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Untuk itu, Badan Bahasa turut andil dalam transformasi yang digulirkan oleh Mas Menteri melalui Merdeka belajar, salah satunya adalah melakukan transformasi dalam UKBI,” tutur Aminudin pada program Siniar YouTube Kemendikbudristek bertajuk “Kemahiran Berbahasa Menunjukkan Jati Diri dan Kemartabatan” pada Selasa (3/4).
Ia menambahkan bahwa UKBI Adaptif Merdeka diharapkan menjadi bagian dan berkontribusi terhadap program Merdeka Belajar. Hal yang membedakan dari UKBI Adaptif Merdeka dengan versi sebelumnya dapat dijelaskan dalam tiga poin. Pertama, tes disesuaikan dengan tingkat kemahiran para peuji karena didukung algoritma pemograman, Kedua, standar yang berlaku sama, baik untuk penutur asli bahasa Indonesia maupun mereka yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, Dan yang ketiga, tes dilakukan secara daring, tidak ada lagi tes yang menggunakan kertas sehingga dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuai dengan keinginan peuji.
Selain UKBI, inovasi yang telah dilakukan oleh Badan Bahasa adalah dengan memperkuat gerakan literasi. Salah satunya melalui penyediaan buku bacaan nonpelajaran.
Aminudin mengatakan, penyediaan buku adalah hal yang sangat penting yang menjadi prasayarat adanya literasi. Sinyal kuat yang ditunjukkan oleh Mas Menteri untuk mendukung gerakan literasi, lanjutnya, adalah dengan mengubah kebijakan dan strategi.
“Ini menjadi penting karena kalaupun kita mau bergerak ke penyediaan buku, sekolah bisa membeli buku secara bebas asalkan sudah dinilai oleh Pusat Perbukuan, selama ini memang agak susah. Kemudian, keterlibatan guru-guru nonbahasa, kepala sekolah, dan pengawas sekolah saat ini sepertinya berjalan terpisah-pisah. Mas Menteri mengatakan harus kita ubah, ini adalah strategi paling awal yang harus kita buat sehingga nanti prasyaratnya sudah terpenuhi, baru kita bicara bagaimana melatih gurunya,” ungkapnya.
Menurut Aminudin, untuk menunjang pengembangan literasi, ke depan pelatihan-pelatihan guru akan mengintegrasikan model-model pembelajaran literasi ke dalam mata pelajaran lain sehingga menjadi satu kesatuan.
“Ada beberapa program yang menjadi prioritas, penyiapan buku kemudian masuk menjadi bagian dari kurikulum, kemudian bagaimana guru, pengawas, dan kepala sekolah bisa secara bersama-sama karena selama ini bicara literasi menjadi tugas guru bahasa sehingga bebannya terlalu berat. Konsep ini yang ingin kita perbaiki bersama-sama sehingga nanti bicara literasi adalah bicara juga tanggung jawab dari guru mata pelajaran lain, kemudian ada tanggung jawab dari kepala sekolah dan pengawas termasuk petugas perpustakaan. Artinya, ekosistem sekolah ini kita bangun secara bersama-sama untuk bicara literasi,” ujar Aminudin.