JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) giat menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten dalam penguasaan teknologi terkini. Upaya ini guna mendukung penciptaan inovasi dan meningkatkan produktivitas sektor industri agar lebih berdaya saing di kancah global.
“Langkah strategis tersebut sesuai dengan program prioritas yang ada di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Kami siap mengembangkan SDM andal yang bisa mengikuti perkembangan industri 4.0 saat ini,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Arus Gunawan di Jakarta, Senin (9/8).
Kepala BPSDMI menyampaikan, SDM terampil menjadi salah satu kunci utama dalam mendongkrak kemampuan industri, selain melalui investasi dan teknologi. “Dalam hal ini, Indonesia memiliki modal besar dari ketersediaan SDM produktif karena sedang menikmati masa bonus demografi hingga tahun 2030,” ungkapnya.
Berdasarkan aspirasi besar Making Indonesia 4.0, Indonesia ditargetkan masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Oleh karenanya, Kemenperin telah menginisiasi beragam program dan kegiatan yang terkait pendidikan vokasi industri.
Arus menambahkan, pihaknya proaktif mengajak berbagai pihak untuk mewujudkan SDM Indonesia yang unggul, khususnya di sektor industri. “Dengan kolaborasi antara stakeholders, tujuan yang diinginkan akan lebih mudah terlaksana dan tepat sasaran,” tuturnya.
Salah satu kerja sama yang direalisasikan, yakni antara BPSDMI Kemenperin dengan Prospera (program kemitraan Indonesia-Australia untuk perekonomian) dalam menyelenggarakan webinar dengan tema Pendidikan Vokasi Responsif Gender. Kegiatan tersebut bertujuan mendukung peran strategis perempuan dalam pembangunan nasional, khususnya pada pengembangan pendidikan vokasi industri.
Kepala Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri Kemenperin, Iken Retnowulan menjelaskan bahwa Prospera telah melaksanakan asesmen berbasis gender terhadap unit pendidikan di lingkungan BPSDMI Kemenperin dengan melakukan analisis awal terhadap data dosen, guru dan mahasiswa/siswa, serta program studi.
“Hasil review data tersebut nantinya dijadikan salah satu dasar kebijakan yang akan diambil lebih lanjut untuk pengembangan vokasi industri sesuai kebutuhan industri, terutama dalam hal mewujudkan kesetaraan gender pada berbagai prodi sehingga lulusan perempuan yang bekerja di sektor industri juga menjadi penyumbang dalam peningkatan GDP di Indonesia,” paparnya.
Menurut Iken, peran kesetaraan gender di Indonesia sangat diperlukan. “Berdasarkan Mckinsey Global Institute Report (2015), pertumbuhan kesetaraan gender sebesar 10% diyakini mampu meningkatkan GDP sebesar USD135 juta pada 2025 dibandingkan dengan kondisi business as usual,” ungkapnya.
Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Eni Widiyanti menyampaikan, peran perempuan di bidang STEM (science, technology, engineering and mathematic) masih kurang. Perempuan juga kurang dilibatkan partisipasinya dalam dunia kerja di bidang teknologi.
“Menurut data BPS, ada sekitar 57% perempuan yang keluar dari pekerjaan. Oleh karenanya, kita membutuhkan desain pekerjaan masa depan yang fleksibel untuk membantu para perempuan dalam melakukan pekerjaaanya,” ujar Eni.
Lead Adviser, Markets Prospera Julia Tijaja mengemukakan, potensi digital bisa dioptimalkan untuk sektor-sektor tradisional, seperti jumlah partisipasi wanita dalam pendidikan vokasi yang cukup banyak. “Ke depannya, peran serta dari industri akan menjadi sangat penting sekali. Kolaborasi ini adalah sesuatu yang perlu kita optimalisasi,” jelasnya.
Julia berharap, upaya yang dilakukan oleh BPSDMI Kemenperin dan mitra kerja sama dapat meningkatkan peran perempuan dalam mendukung pertumbuhan industri, penggerak perekonomian rumah tangga, dan pembentuk generasi muda berkarakter.
Sebelumnya, BPSDMI Kemenperin bersama GIZ menyelenggarakan webinar Women Innovation Camp bertema Perempuan dan Teknologi yang fokus pada Internet of Things. Kegiatan ini bertujuan untuk menjelaskan dunia kerja di masa depan yang sudah sangat terpengaruh oleh teknologi informasi dan komunikasi, serta digitalisasi.
“Pada webinar tersebut, kami menghadirkan role model perempuan yang sukses berkarir di bidang yang didominasi oleh laki-laki tersebut,” kata Adviser Project TVET System Reform GIZ, Wulandari.
Menurut studi dari UNESCO pada 2015, rendahnya tingkat partisipasi pekerja perempuan di bidang industri disebabkan oleh persepsi bahwa lingkungan kerja di industri yang melibatkan pekerjaan fisik dan dominan pekerja laki-laki, sehingga tidak menarik bagi pekerja perempuan. Sementara itu, berdasarkan Sakernas BPS tahun 2020, jumlah pekerja pada sektor industri sebanyak 17,48 juta dengan proporsi pekerja perempuan sebesar 43,68%, atau menunjukkan jumlah yang cukup tinggi.
Di samping itu, BPSDMI Kemenperin juga telah berkolaborasi dengan Axioo dan Makeblock untuk memberikan pelatihan dan pendampingan pada 54 siswi dan mahasiswi yang memiliki proyek terbaik setelah menyeleksi proposal-proposal inovasi yang mereka daftarkan.