Dalam balutan semangat HUT RI ke-76 ini, saya ingin sedikit mengurai makna kemerdekaan yang sesungguhnya bagi kita, sebagai manusia (makhluk) ciptaan Allah (Khalik).
Dalam banyak keterangan kitab tauhid disebutkan bahwa inti ajaran tauhid adalah “Litahrir al-‘ibad min ‘ibadati al-‘ibad ila ‘ibadati Rabbi al-‘ibad” (membebaskan hamba dari menyembah, mengabdi kepada hamba, menuju penyembahan dan pengabdian kepada Tuhannya hamba).
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa hakikatnya manusia itu merdeka. Ia tidak bisa dan tidak boleh dikekang dan dibelenggu oleh bentuk paksaan dan penjajahan apa pun. Pun ia tidak diperkenankan menyembah, menghamba kepada sesama makhluk. Ia bebas merdeka. Satu-satunya bentuk penyembahan, pengabdian dan penghambaan hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Inilah makna kemerdekaan sesungguhnya. Seseorang, suatu komunitas masyarakat, bahkan suatu bangsa hakikatnya bebas dan merdeka. Maka, segala bentuk penjajahan harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Pertanyaannya kemudian, sudahkah kita benar-benar merdeka?
Mari kita jawab dengan penuh kejujuran dari dalam diri kita masing-masing.
Penjajahan dalam arti serangan dari luar kepada kita mungkin saat ini tidak kita alami. Tetapi justru serangan dari dalam dirilah yang masih dan terus kita alami dan rasakan.
Bentuk penjajahan berupa serangan dari dalam diri adalah hadirnya nafsu dengan berbagai macam bentuk dan rupanya. Serangan itu bisa berupa godaan harta, kedudukan dan jabatan, juga nafsu terhadap lawan jenis.
Banyak di antara kita, atau mungkin diri kita yang masih belum merdeka, belum terbebas dari penjajahan dalam beragam bentuk godaan yang penulis sebutkan tadi. Ya, tidak sedikit di antara kita yang terus menerus dijajah dan dikuasai oleh nafsu menumpuk kekayaan dengan cara yang tidak dibenarkan. Terbukti, tindak pidana korupsi dari tingkat elit hingga tingkat kroco masih terus terjadi.
Penjajahan dalam bentuk ambisi dan hasrat berkuasa juga masih kita jumpai. Banyak yang terus menerus berusaha untuk mendapatkan posisi tertentu dengan beragam cara yang tidak jarang melanggar ajaran agama dan norma-norma sosial.
Serangan bertubi-tubi juga dilancarkan oleh nafsu dalam bentuk hasrat seksual terhadap lawan jenis. Tidak sedikit di antara kita yang tak kuasa menahan hasrat yang satu ini. Imbasnya, perzinahan kian marak. Perselingkuhan menjadi-jadi. Sakralitas pernikahan sudah tak berdaya lagi dan hilang entah kemana.
Dari kenyataan tersebut, kita patut sekali lagi mengajukan sebuah pertanyaan, sudahkah kita benar-benar merdeka?
Semoga kemerdekaan bangsa dan negara yang kita rayakan saat ini, menjadi titik tolak kemerdekaan diri kita atas segala bentuk penjajahan dari dalam diri.
Hanya dengan menyembah, menghamba, dan mengabdi kepada Allahlah kita akan benar-benar merdeka. Inilah makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
Ruang Inspirasi, Rabu, 18 Agustus 2021.