Oleh: Budiawan, KAM Institute
JAKARTA, MENARA62.COM – Ceritanya begini: negara punya tabungan super gede, sekitar Rp 200 sampai 435 triliun, yang selama ini diam saja di rekening Bank Indonesia (BI). Uang itu aman, tenang, nggak kemana-mana.
Sekarang, Menteri Keuangan baru, Purbaya, datang dengan ide: “Kenapa nggak kita cairkan duit itu ke bank-bank besar, biar mereka bisa salurkan kredit, dan ekonomi bergerak?”
Kalau diibaratkan, ini kayak orang tua yang akhirnya ngasih uang jajan ekstra ke anaknya, dengan harapan anak itu bisa jajan di warung, bikin tukang warung laris, lalu ekonomi kecil di kampung ikut rame.
Kedengarannya masuk akal, kan?
Kenapa Purbaya mikir begitu?
Kalau buka buku teks ekonomi makro macam Blanchard (2017) Macroeconomics atau Mankiw (2021) Principles of Economics, ada satu teori klasik yang relevan banget: model IS-LM.
Singkatnya, kalau pemerintah menambah uang beredar → kurva LM bergeser ke kanan → suku bunga turun → orang lebih gampang pinjam uang → investasi dan konsumsi naik → ekonomi tumbuh.
Dalam bahasa yang lebih sederhana: lebih banyak duit = bunga lebih murah = usaha jalan.
Itulah yang bikin pendukung Purbaya bilang, “Ini textbook banget, gaskeun aja!”
Tapi masalahnya, dunia nyata nggak seindah buku teks
Di sinilah para ekonom kritis muncul, salah satunya Yanwar Rizky. Mereka bilang:
“Bro, jangan keburu seneng. Tahun 1998 juga pemerintah ‘bagi-bagi’ likuiditas lewat BLBI. Hasilnya? Banyak bank pakai duitnya buat nutup utang sendiri, bukan buat salurin kredit. Ujung-ujungnya malah krisis.”
Ada beberapa catatan serius:
1. Bank insolven. Kalau dana ratusan triliun itu mampir ke bank yang lagi sakit, bisa jadi malah dipakai tambal lubang, bukan kasih pinjaman.
2. Pasar obligasi negara (SBN). Selama ini BI yang jaga stabilitas pasar. Kalau dana pemerintah tiba-tiba keluar besar-besaran, mekanisme pasar bisa goyah.
3. Independensi BI. BI seharusnya bebas dari intervensi politik. Kalau Menteri Keuangan bisa “ngatur” uang di BI, itu masalah serius.
4. Sektor riil. Uang beredar belum tentu bikin produksi naik kalau problemnya ada di regulasi, daya saing, atau birokrasi.
Buku teks lain, misalnya Mishkin (2019) The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, jelas bilang: stabilitas sistem keuangan itu sama pentingnya dengan pertumbuhan jangka pendek. Kalau sektor perbankan rapuh, suntikan likuiditas malah jadi bumerang.
Jadi, siapa yang benar?
Kalau ditanya “siapa yang lebih textbook?”, jawabannya: dua-duanya benar… tergantung horizon waktunya.*l
* Pendukung Purbaya (score 8/10): textbook Keynesian jangka pendek → uang tambahan bisa dorong permintaan.
* Kritikus (score 7/10): textbook finansial & moneter jangka menengah–panjang → ada risiko moral hazard, inflasi, dan krisis perbankan.
Ibarat naik motor:
* Purbaya bilang, “Tambah gas, biar cepat sampai tujuan.”
* Kritikus bilang, “Cek dulu rem sama bensin, jangan ngebut kalau motor bisa mogok.”
Kenapa Gen Z perlu peduli?
Karena kalau langkah ini sukses, mungkin kamu dapat lapangan kerja lebih banyak, bunga KPR atau cicilan bisa lebih murah, dan usaha kecil lebih gampang dapat modal.
Tapi kalau gagal? Bisa jadi krisis lagi. Dan krisis biasanya ditanggung generasi muda lewat pajak yang lebih tinggi, lapangan kerja seret, dan daya beli jeblok.
Seperti kata Krugman dalam The Return of Depression Economics (2009): “Stimulus bisa jadi penyelamat, tapi kalau salah sasaran, bisa bikin luka ekonomi lebih dalam.”
Jadi, menurutmu, kalau kamu yang jadi Presiden: kamu akan pilih jalan gas pol ala Purbaya, atau main aman ala para kritikus?
—
Referensi Utama
* Blanchard, O. (2017). Macroeconomics. Pearson.
* Mankiw, N. G. (2021). Principles of Economics. Cengage.
* Mishkin, F. S. (2019). The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Pearson.
* Krugman, P. (2009). The Return of Depression Economics and the Crisis of 2008. W. W. Norton & Company.
* Diskusi publik Yanwar Rizky di YouTube (2025) soal kebijakan Purbaya dan SAL Rp 200–435 triliun.
—
jurnal ilmiah (2024-2025) dari UI/ITB
[2]: “LPEM UI: Tantangan Kredit Ada di Sektor Riil Bukan …”
[3]: “Ekonom UGM Menakar Imbas Efisiensi Anggaran terhadap …”
[4]: “Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter di Indonesia Periode 2005-2019″
[5]: “Pengaruh Kebijakan Moneter, Makroprudensial, serta Interaksi …”
[6]: “Ekonom Soroti Dampak Penarikan Rp200 Triliun bagi …”


