YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Robby Habiba Abror, (Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY dan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) menjadi narasumber pada acara Obrolan Publik yang diadakan oleh Forum 2045 dengan bertemakan “Jurnalisme yang Menenangkan di Tengah Pandemi Covid-19”, Sabtu (10/7/2021).
Selain Robby, hadir pula sebagai narasumber Agus Sudibyo (Dewan Pers), Arif Zulkifli (Pimpinan Redaksi Tempo), Gilang Desti P., (Dosen Universitas Gajah Mada), dan Sri Roviana, (Dosen Universitas Ahmad Dahlan). Acara ini diikuti oleh sekitar 90 partisipan termasuk mediamu.id.
Robby menyampaikan materi tentang Jurnalisme di antara Pendulum Kebenaran dan Kepentingan. “Seorang jurnalis sudah semestinya menyuarakan kebenaran fakta,” ungkapnya ketika membuka pemaparan.
“Seorang jurnalis tidak boleh mengarang berita atau mengada-ada, harus berani melawan hoaks, berbasis fakta, dan jujur dalam meliput berita,” kata Robby.
Selain itu, menurutnya jurnalis dalam menyampaikan berita harus transparan dan seakurat mungkin, tidak menyesatkan, memecah belah, dan menghancurkan tatanan sosial.
Robby menjelaskan juga bahwa seorang jurnalis sudah seyogyanya memiliki kompetensi, seperti kemampuan bahasa dan pendalaman dalam meresepsi realita. Jurnalis harus profesional dan bertanggung jawab.
“Hoaks adalah penyakit yang dapat merasuki setiap orang terlanjur melekat dalam dirinya media sosial,” lanjut Robby.
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga tersebut menambahkan juga bahwa kepentingan itu pada dasarnya bermacam-macam, misal ada kepentingan agama maka pendakwah harus ikut mencerahkan media dakwah, kepentingan politik beririsan dengan media politik, kepentingan ekonomi juga dengan media ekonomi. Tapi faktanya, tidak berhenti di situ, sekarang semuanya saling beririsan. Misalnya, kalau kita buka media ekonomi atau bisnis, ternyata ada juga yang meliput berita tentang perang asimetris antara Palestina dengan Israel saat Ramadan kemarin. Hal itulah yang Robby maksud bagaimana media ini bisa saling ingin menyuarakan kebenaran. Tak lagi dibatasi oleh latar belakang ideologi semata.
Menurut Robby, tidak ada media yang benar-benar netral. Semuanya membawa kepentingan. Oleh sebab itu, harus disuarakan dengan hati nurani bahwa kebenaran itu ditunggu oleh masyarakat luas agar mereka mendapat asupan berita yang menyehatkan dan terverifikasi.
Robby dalam kesempatan ini juga menyampaikan tentang bagaimana mewartakan realitas apa adanya dengan membedakan dua macam jurnalisme, yaitu jurnalisme investigasi misalnya tentang penyelidikan atau pembongkaran terhadap kasus-kasus tertentu dan jurnalisme kosmopolitan misalnya pembahasan konsep jihad secara lebih luas dan moderat.
Ia juga mengungkapkan karakter-karakter khalayak konsumen berita, di antaranya yaitu: ada yang langsung memilih media sesuai ideologinya yakni konsumen hanya berkenan dari satu sumber berita, ada yang menolak atau melabeli media massa atau TV tertentu misalnya dengan label liberal, sekular, fundamentalis dan konservatif, kemudian ada pula yang menelan mentah-mentah sebuah berita begitu saja, ada yang membiarkan berita apa pun, ada yang menyimak berita dengan kritis, ada yang menindaklanjuti dengan menulis refleksi atau kritik, ada pula yang kemudian meneriakkan kebenaran, terlibat advokasi dan menginformasikan kepada orang lain tentang berita yang dianggapnya penting.
Kalau berita menjadikan seseorang tidak tenang, maka jelas itu tidak menyehatkan, jurnalisme harus memberi penerangan dan menyampaikan kebenaran. Menurutnya juga, masa depan sebuah bangsa salah satunya terletak pada menu sehat dari asupan berita yang dipancarkan oleh jurnalis atau media massa.
“Jurnalisme harus setia pada kebenaran dan ikut menciptakan ketenangan,” pungkas Robby dalam menutup penjelasannya. (Nizam Zulfa)