JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi menilai peta jalan pendidikan sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu pendidikan nasional. Tetapi sayangnya, peta jalan pendidikan (PJP) yang ada belum banyak mengakomodir kebutuhan guru.
“PJP yang disusun masih belum memberikan perhatian yang cukup pada peningkatan kompetensi guru,” kata Unifah pada RDPU Petan Jalan Pendidikan dengan Komisi X DPR RI yang disiarkan secara daring, Selasa (19/1/2021).
Ia melihat guru belum menjadi prioritas dalam penyusunan PJP. Ini bisa dilihat antara lain dari minimnya pelatihan untuk guru. Pelatihan yang diberikan kepada guru selama ini hanya dilakukan 5-7 hari dan tidak semua guru mendapatkan pelatihan. Padahal, meski sertifikasi hanya dilakukan sekali namun sistem pembinaan gurunya harus dilakukan secara berkelanjutan
Selain itu juga penyiapan guru sejak awal pendidikan guru (LPTK) hingga telah menyandang profesi guru.
Padahal jika persoalan guru diabaikan, lanjut Unifah, mutu pendidikan Indonesia tidak akan tercapai sesuai harapan. Karena guru menjadi komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Menurut guru besar UNJ tersebut, mutu professional guru tidak akan terbentuk dengan sendirinya. Setidaknya harus ada 4 faktor yang mendukung mutu profesi guru. Yakni standar pendidikan dan kurikulum yang relevan dengan perumahan zaman, kualitas lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK), sistem pembinaan guru, serta asesmen berdasarkan sistem pendidikan yang jelas dan terukur.
Karena itu, Unifah meminta agar profesi guru menjadi salah satu prioritas dalam penyusunan PJP. Karena guru menjadi satu dari empat komponen utama dalam sistem pembelajaran yakni standar, kurikulum, guru dan asesmen.
Unifah juga menyoroti perbandingan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, dimana pemerintah selalu melakukan perbandingan pendidikan antarnegara seperti Jerman, Finlandia dan Singapura. Tetapi dalam upaya membandingkan tersebut, pemerintah hanya melihat dari sisi output-nya. Padahal dengan kebijakan yang berbeda, tentu tidak mungkin menghasilkan output yang sama.
“Mestinya perlu dibandingkan pula kebijakan pendidikannya, termasuk pengelolaan dan peningkatan kualitas guru,” tutupnya.
Ia mengingatkan bahwa transformasi pendidikan tidak pernah terlepas dari kebijakan pemikiran. Dengan memikirkan hasilnya saja, Indonesia akan terjebak pada keinginan untuk melompat ke masa depan tanpa mengukur capaiannya di masa lalu.