SOLO, MENARA62.COM — Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH Hamim Ilyas, menegaskan komitmen Muhammadiyah untuk terus menghadirkan Islam yang moderat, berkemajuan, dan relevan dengan perkembangan zaman. Hal itu disampaikan dalam sambutan pembukaan Musyawarah Tarjih IV di Hotel Sahid Jaya Solo, Sabtu (13/12/2025).
Dalam pidatonya, KH Hamim Ilyas memaparkan tiga program strategis Majelis Tarjih Muhammadiyah periode 2022–2027 yang dinilai menjadi fondasi penting pembaruan pemikiran keislaman Muhammadiyah, sekaligus bagian dari refleksi 100 tahun Tafsir At-Tanwir.
Program pertama adalah Kalender Hijriah Global (KHG) yang telah resmi diluncurkan pada 25 Juni 2025. Kalender ini disiapkan sebagai kalender Islam universal dengan prinsip one day, one date, sehingga umat Islam di seluruh dunia memiliki sistem penanggalan yang seragam dan presisi. “Harapannya, Kalender Hijriah Global dapat diterima secara luas seperti kalender Masehi yang digunakan umat Kristiani secara global,” ujar KH Hamim.
Program kedua adalah penyelesaian Tafsir At-Tanwir, yang ditargetkan rampung pada 2027 bertepatan dengan satu abad tafsir tersebut. Tafsir At-Tanwir diposisikan sebagai rujukan penting dalam memahami Al-Qur’an secara kontekstual, moderat, dan sesuai tantangan zaman.
Adapun program ketiga adalah resistematisasi fikih Muhammadiyah. KH Hamim menjelaskan, fikih Muhammadiyah akan disusun secara tematik dan sistematis berdasarkan bab-bab fikih, bukan lagi berdasarkan urutan waktu keputusan muktamar. Langkah ini bertujuan agar fikih Muhammadiyah lebih jelas, terstruktur, dan mudah dipahami oleh umat.
Lebih jauh, KH Hamim menyoroti tantangan besar Islam di era modern, khususnya di tengah perubahan sosial dan teknologi. Menurutnya, kontribusi Islam tidak cukup hanya pada aspek spiritual, tetapi juga harus hadir dalam isu-isu konkret seperti kalender global dan ekonomi digital.
“Dalam ekonomi digital, kita tidak cukup hanya membahas halal dan haram. Yang lebih penting adalah bagaimana umat Islam menjadi produsen nilai dan produk digital, bukan sekadar konsumen,” tegasnya.
Ia juga menyoroti menurunnya minat generasi muda terhadap tokoh agama, yang kini banyak beralih kepada figur media sosial. Karena itu, nilai-nilai Islam perlu dikemas dalam bentuk konten kreatif di platform digital seperti YouTube dan media sosial lainnya agar lebih menarik dan relevan.
Dalam konteks ideologis, KH Hamim menegaskan bahwa Islam Muhammadiyah bermazhab wasathiyah atau moderat, tidak ekstrem kanan yang radikal dan intoleran, serta tidak ekstrem kiri yang permisif tanpa batas. Islam Muhammadiyah dipahami sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam, yang menghadirkan kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Ia mencontohkan sikap moderat tersebut melalui aksi relawan Muhammadiyah di lokasi bencana yang tetap menghormati budaya lokal, tanpa sikap eksklusif atau sektarian berlebihan.
Konsep rahmat dan hayah thayyibah (hidup yang baik) menurut KH Hamim harus diwujudkan melalui kemajuan dan kemampuan beradaptasi dengan zaman. Jika dahulu umat Islam hidup dalam ekonomi pertanian, kini tantangannya adalah ekonomi industri, informasi, dan digital.
Karena itu, perguruan tinggi Muhammadiyah, khususnya fakultas komunikasi, diharapkan menjadi ujung tombak dakwah digital dan pengembangan ekonomi berbasis nilai-nilai Islam. Produksi karya seni, budaya, dan konten kreatif bernilai Islam yang mampu diterima secara global dinilai sebagai bagian dari strategi dakwah masa depan.
Menutup sambutannya, KH Hamim Ilyas menegaskan bahwa ijtihad Muhammadiyah ke depan tidak hanya menghasilkan putusan hukum, tetapi juga pedoman hidup yang mampu menjawab tantangan zaman.
“Islam Muhammadiyah adalah Islam yang moderat, inklusif, toleran, dan berorientasi pada kemajuan. Inilah yang harus terus kita jaga dan kembangkan,” pungkasnya. (*)
