Rangkasbitung, Menara62 – Pimpinan Daerah Muhanmadiyah (PDM) Kabupaten Lebak, Banten, menggelar salat Iduladha di halaman Masjid Al Muhajirin dihadiri ratusan warga Muhammadiyah (09/07/2022). Turut hadir Ketua Pimpinan Wilayah (PWM) Banten yang pertama K.H. Hasan Alaydrus, Ketua PDM Kabupaten Lebak Drs. Taufik Bunyamin, M.Si., dan Sekretaris Firdaus, S.Pd. M.Si.
Menjadi imam dan khatib Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusan (PP) Muhammadiyah H. R. Alpha Amirrachman, M.Phil., Ph.D., Dalam khutbahnya, Alpha mengingatkan bahwa perayaan Idul Adha bukanlah untuk berpesta pora, tetapi untuk melakukan muhasabah dan mengambil ibrah dari perintah berkurban dan beribadah haji untuk mengenang kembali peristiwa bersejarah yang dilakonkan oleh Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam bersama Isterinya, Siti Hajar dan anaknya Ismail ’alaihissalam.
Menurut Alpha, kehidupan Nabi Ibrahim benar-benar sarat dengan keteladanan yang patut diikuti untuk mendapatkan kehidupan yang bersih dan bebas dari kesemrawutan dan kebrutalan yang melanda dunia saat ini. Ia adalah sosok pemimpin yang sangat konsen dan sabar dalam melahirkan generasi dan membina kader yang diharapkan menjadi pemimpin masa depan.
Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader berpredikat nabi itu? Hal ini dapat kita fahami dengan penjelasan berikut:
Pertama, visi pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi shalih yang menyembah hanya kepada Allah SWT. Dalam penantian panjang ia berdoa agar diberi generasi shaleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid.
Ibrahim sangat konsisten dengan visi ini, tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain keshalihan. Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu bertanya Maata’buduuna min ba’dii bukan Maata’kuluuna min ba’dii. “Nak, apa yang kau sembah sepeninggalku?” bukan pertanyaan “Apa yang kamu makan sepeninggalku?” Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah tuhan selain Allah SWT.
Kedua, misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Ketaatan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya .
Ketiga, kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan.
Keempat, lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya jauh dari berhala dunia, pikiran sesat, tradisi jahiliyah dan perilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar pikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya. Selain jauh dari perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya.
Alpha mengingatkan apakah sebagai orang tua kita sduah memberi keteladanan yang baik kepada anak-anak kita? Sudahkah kita mendoakan mereka setiap selesai shalat agar menjadi anak-anak yang shaleh? Sudahkah kita menyelamatkan mereka dari lingkungan yang rusak?
Anak-anak perlu mendapatkan perhatian yang serius dari kita para orang tua, guru dan pemerintah. Jangan sampai hanya aspek intelektualnya yang diperhatikan, tetapi mental dan spritualnya memprihatinkan. Jangan kita bangga dengan pendidikan yang hanya memacu kecerdasan otaknya, tapi semakin hari semakin rusak akhlaknya, semakin jauh dari agamanya.
Alpha menekankan bahwa kita sangat mendambakan generasi yang bertauhid dan berkarakter, berakhlak mulia dan tekun beribadah, anak yang patuh dan hormat kepada orang tua. Kita mengharapkan kader yang selalu siap pakai, siap menghadapi benturan dan tantangan hidup, memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja dengan penuh dedikasi, memiliki banyak inisiatif dan siap berkorban sebagaimana contoh yang telah diperagakan oleh sosok Nabi Ibrahim As dan keluarganya, Siti Hajar dan Ismail As. **