JAKARTA, MENARA62.COM — Komisi X, menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Nasyiatul Aisyiyah tentang pencegahan stunting, Senin (27/11/2017). RPDU yang digelar di ruang rapat Komisi X DPR RI ini dihadiri 33 dari 52 orang anggota Komisi X.
RPDU yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X Ferdiansyah itu, juga dihadiri Forum Lintas Agama Cegah Stanting yang terdiri dari NA, Fatayat Nahdlatul Ulama, Pelkesi (Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia), PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia), Perdhaki (Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia), Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia), dan Persagi (Persatuan Ahli Gizi Indonesia).
RDPU memaparkan tentang kondisi stunting anak Indonsia yang berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSD) tahun 2016, ada 27,5 persen bayi Indonesia mengalami stunting. Kondisi ini berarti Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka stunting tertinggi di Asia. Bahkan di dunia, Indonesia menduduki posisi ke-17 dari 117 negara di dunia. Sedangkan data riskesdas 2013 menyebutkan, angka kasus stanting mencapai 37,2%. Ini berarti 3 atau 4 anak dari 10 anak di Indonesia dalam kondisi stanting.
Sementara data Rakesda 2013, memperlihatkan jumlah anak penderita stunting di Indonesia adalah 37,2% dari total jumlah anak dan merupakan nomor 4 tertinggi di Asia Tenggara. Stunting adalah kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
“Kami sangat mengapresiasi upaya ini, dan akan akan mengkaji usulan tentang upaya pencegahan stanting untuk dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal dan akan disampaikan dalam Rapat Kerja dengan pemerintah,” ujar Ferdiansyah ketika membacakan kesimpulan RDPU.
Ferdiansyah yang memimpin jalannya pertemuan tersebut menyatakan, Komisi X siap untuk membantu mensosialisasikan terkait persoalan stunting.
Anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Djundjunan menegaskan, masalah pendidikan dan kesehatan memang bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. “Secara eksplisit, salah satu penyebab anjloknya peraihan medali adalah karena kurang gizi. Soal gizi ini adalah persoalan yang super penting,” ujar Popong.
Popong Otje mengatakan, setelah mendapatkan masukan dan informasi, Komisi X punya kewajiban untuk menyampaikan persoalan itu kepada pemerintah sesuai dengan bidang Komisi X.
Diyah Puspitarini, Ketum PP Nasyiatul ‘Aisyiyah mengatakan, upaya untuk mewujudkan Indonesia zero stunting menjadi salah satu fokus program NA. Ia mengungkapkan, anak stunting kemampuan dan fungsi otak nya tidak maksimal. Kondisi ini bisa mempengaruhi kualitas pendidikan generasi bangsa. Menurutnya, program pendidikan keluarga dan PAUD sangat pas dijadikan wadah sosialiasi dan pencegahan santing.
Selain perwakilan NA, perwakilan dari lintas agama juga mengungkapkan keresahannya tentang kondisi stunting.
Dalam RDPU juga terungkap, harapan agar pemerintah bersama masyarakat lainnya, untuk terus memastikan pemberian gizi terbaik bagi ibu hamil dan anak, terutama usia di bawah dua tahun. Perhatian pada gizi juga mencakup memperhatikan asupan gizi selama kehamilan, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, dan melanjutkan ASI eksklusif selama dua tahun serta pemberian makanan pendamping ASI padat gizi sejak bayi berusia 6 bulan. Pemerintah juga diharapkan bisa memastikan keluarga tinggal di tempat yang bersih, di mana setiap orang menggunakan jamban sehat.