MAGELANG, MENARA62.COM — Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dan konselor yang akan melakukan konseling multikultural diharapkan memiliki pengetahuan yang memadahi tentang multikultural. Selain itu, guru BK dan konselor memiliki kompetensi baik dalam pelayanan individual maupun konseling kelompok.
Demikian diungkapkan Dr M Japar, MSi, Kons dalam seminar nasional bertema Konseling Multikultural sebagai Upaya Peningkatan Konselor Profesional di Auditorium Kampus 1 UM Magelang, Senin (27/3/2017). Seminar yang digelar Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Magelang diikuti lebih dari 350 peserta yang berasal dari guru BK serta mahasiswa dari berbagai wilayah di Jawa.
Lebih lanjut Japar mengatakan guru BK dan Konselor juga dituntut dapat memahami proses kompleks di mana orang menjadi anggota komunitas dan masyarakat serta membangun sikap dasar, nilai-nilai dan norma yang berlaku. Sebab masyarakat multikultural pada era postmodern merupakan kenyataan yang tidak terhindarkan.
Masyarakat multikultural, kata dosen UM Magelang ini, akan semakin nyata seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik teknologi komunikasi terutama internet, transportasi, serta mesin industri. Perkembangan tersebut memunculkan masalah di mana konseling multikultural diharapkan bisa memberikan suatu model untuk membantu mengatasinya.
Selain Japar, seminar ini juga menampilkan Dr Nandang Budiman, MSi, akademisi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Dalam paparannya, doktor jurusan BK UPI Bandung itu menyampaikan materi tentang ‘Praktek dan Sistem Bimbingan dan Konseling Multibudaya’
Dijelaskan Nandang, BK multibudaya atau lintas budaya didefinisikan sebagai hubungan BK pada budaya yang berbeda antara konselor dan konseli. Selain itu Nandang menyebutkan BK merupakan kekuatan keempat setelah BK psikodinamik, behavior, dan humanistik.
“Kompetensi multibudaya peserta didik adalah kemampuan serta kesanggupan peserta didik dalam memecahkan permasalahan multibudaya yang ditandai dengan kesadaran terhadap bias budaya sendiri, budaya orang lain, serta strategi untuk berinteraksi dalam kehidupan multi budaya secara efektif. Perlu adanya dialog sokratik dengan mengembangkan pola pikir tingkat tinggi serta meningkatkan penampilan konseli,” jelas Nandang.
Sementara Hijrah Eko Putro, MPd, ketua panitia seminar menyatakan kepuasannya dengan melimpahnya jumlah peserta. Ia mengharapkan seminar tersebut dapat bermanfaat bagi para peserta, baik mahasiswa calon guru BK serta para guru BK dalam meningkatkan kompetensinya. Selain itu juga diharapkan dapat membuka wawasan tentang dunia konseling khususnya konseling multikultural. Hal ini sesuai dengan kondisi Indonesia yang memiliki ratusan etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.