28.8 C
Jakarta

Konsep Smart City Harus Didukung Dengan RTRW Dan RDTR

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR bagi daerah yang sudah menerapkan konsep Smart City sangat penting sebagai operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tanpa RDTR maka RTRW masih bisa dimainkan sesuai kepentingan pejabat.

“Karena itu setelah memiliki RTRW, pemerintah mendorong kabupaten atau kota untuk segera menyusun RDTR, dimana proses penyusunannya melibatkan peran publik.  Ini penting agar bisa mengontrol RTRW yang sudah ada,” papar Andri Hari Rochayanto Kepala Sub Direktorat Pembinaan Wilayah II, Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, di sela diskusi media mengenai Pemetaan Tata Ruang untuk Mendukung Smart City, Jumat (21/7).

Saat ini diakui Andri banyak kabupaten/kota Smart City yang sudah menyusun RTRW. Tetapi sayangnya RTRW tersebut tidak dilengkapi dengan RDTR, sehingga perijinan dan tata ruang masih bisa dimainkan oleh pejabat atau mereka yang berkuasa dan memiliki kepentingan.

RDTR lanjutnya memiliki detail perencanaan wilayah. Tidak hanya sekedar pembagian area peruntukan tetapi juga menyangkut zonasi suatu wilayah.

Di Pulau Jawa dan Bali, dari 122 kabupaten/kota yang ada, saat ini baru 20 RDTR yang tersusun dari 432 RDTR yang semestinya ada. Dari jumlah tersebut 42 RDTR belum disusun dan 200 lainnya sedang disusun.

“Jumlah RDTR yang kita miliki masih sangat minim. Meski banyak kota atau kabupaten yang sudah menetapkan sebagai smart city,” lanjutnya.

Beberapa kendala mengapa prosentase RDTR ini masih sangat rendah antara lain peta dasar skala 1:5000 belum sepenuhnya tersedia, proses pembuatan peta dasar tidak mudah, baik dari sisi foto udara maupun satelit.

Sementara itu Mulyanto Darmawan, Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial (BIG) mengatakan bahwa RTRW dan RDTR merupakan komponen penting untuk menunjang konsep smart city yang saat ini banyak dikembangkan oleh kota/kabupaten. Smart City merupakan konsep kota cerdas yang dapat membantu masyarakat mengelola sumber daya yang ada termasuk informasi yang tepat untuk mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan.

“Jadi konsep Smart City harus ditunjang dengan perencanaan tata ruang yang akurat,” jelasnya.

Berdasarkan data Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas BIG, per Desember 2016 jumlah kabupaten/kota yang mendapatkan rekomendasi terkait RDTR dari BIG baru 42 kabupaten/kota. Sedang 314 kabupaten/kota sedang asistensi dan 159 kota belum melakukan asistensi.

Diakui sampai saat ini masih banyak pemerintah daerah yang masih melakukan pemetaan Tata Ruang tanpa asistensi dan supervisi dari BIG. Akibatnya peta Rencana Tata Ruang yang telah dibuat akan saling tumpang tindih pada Pola Ruang sehingga dalam satu area bisa terdapat dua atau lebih fungsi kawasan.

Selain itu batas antar wilayah tidak sesuai, dikarenakan tidak mengacu pada batas-batas yang telah definitif/penegasan batas wilayah dari Kemendagri dan Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG.

“Memang daerah yang memiliki Tata Ruang Detail masih sedikit. Karena membuatnya memang tidak mudah. Adakalanya aspek politis dan sosial ikut bicara,” jelasnya.

Belum lagi kendala ketersediaan peta dasar yang sesuai standar masih sangat minim. Kendala ini bisa diatasi setelah nanti LAPAN membangun stasiun penangkap satelit. “Mudah-mudahan segera terealisasi, sehingga BIG akan mudah menyusun peta dasar untuk kepentingan penyusunan RTRW maupun RDTR,” tutupnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!